Biografi Adam Malik
1.
Identitas Tokoh
Nama : Adam Malik alias Si Kancil
Tempat/Tgl. Lahir : Pematang Siantar, Sumatera Utara/ 22
Juli 1917
Nama Orang Tua : 1. Bapak : H. Abdul Malik Batubara
2. Ibu : Salmah Lubis
2.
Keunggulan Tokoh : 1.
Mengelola Usaha Orang Tua
2. Menjabat Ketua Partindo Pematang Siantar
(1934-1935)
3. Mempelopori berdirinya Kantor Berita
Antara.
4. Aktif menulis di Koran Andalas dan Majalah
Partindo
5. Bersama pemuda lain memaksa IR Soekarno dan
Bung
Hata untuk memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia 17
Agustus 1945.
6. Pelopor terbentuknya ASEAN
7. Menjadi Ketua MPR 1977
8.
Tahun 1978 Menjabat Wakil Presiden RI
3.
Alasan Mengidolakan : 1. Gigih
2. Ulet
3. Pantang Menyerah
4. Banyak Prestasinya baik Nasional maupun
Internasional
BIOGRAFI
ADAM MALIK
Tokoh
Indonesia ini yang dijuluki ''si kancil” ini dilahirkan di Pematang Siantar,
Sumatra Utara, 22 Juli 1917 dari pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah
Lubis. Semenjak kecil ia gemar menonton film koboi, membaca, dan fotografi.
Setelah lulus HIS, sang ayah menyuruhnya memimpin toko 'Murah', di seberang
bioskop Deli. Di sela-sela kesibukan barunya itu, ia banyak membaca berbagai
buku yang memperkaya pengetahuan dan wawasannya.
Ketika
usianya masih belasan tahun, ia pernah ditahan polisi Dinas Intel Politik di
Sipirok 1934 dan dihukum dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul.
Adam Malik pada usia 17 tahun telah menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar
(1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsanya.
Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik
merantau ke Jakarta.
Pada usia
20 tahun, Adam Malik bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul
Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun
1937 berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis
tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke
berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain
di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo.
Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Demi
mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di
lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan
Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat
(1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam
Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan
anggota parlemen.
Akhir
tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan
menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia.
Karena kemampuan diplomasinya, Adam Malik kemudian menjadi ketua Delegasi RI
dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun
1962. Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan
Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh
Partai Komunis Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution
dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang
kontra-revolusi.
Ketika
terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang
berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966,
Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama,
lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai
Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung
dengan Golkar. Sejak 1966 sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri
II / Menlu ad Interim dan Menlu RI.
Sebagai
Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam
berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang
Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik
memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua
Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia kedua yang pernah
memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih
menjadi Ketua DPR/MPR. Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR
Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3
menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan
tidak bersedia dicalonkan lagi.
Beberapa
tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa kurang dapat berperan banyak.
Maklum, ia seorang yang terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya berperan
sesekali meresmikan proyek dan membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan
ia mengungkapkan kegalauan hatinya tentang feodalisme yang dianut pemimpin
nasional. Ia menganalogikannya seperti tuan-tuan kebon.
Sebagai
seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia seing mengatakan ‘semua bisa
diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas
segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi
perkataan ‘semua bisa diatur’ itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa
di negara ini ‘semua bisa di atur’ dengan uang.
Setelah
mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung
pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya
mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga
memberikan berbagai tanda kehormatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar