BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna. Islam memiliki syariat-syariat yang mengatur masalah-masalh dalam kehidupan manusia. Salah satunya adalah masalah waris.
Ilmu waris juga sering disebut dengan ilmu faraidh. Kata faraidh adalah bentuk jamak dari fardh yaitu bagian yang ditentukan. Disebut ilmu faraidh karena ilmu yang membahas tentang bagian-bagian yang telah ditentukan kepada ahli waris. Sehingga ilmu faraidh atau ilmu waris didefinisikan oleh para ulama’ sebagai berikut : “Ilmu fiqih yang berkaitan dengan pembagian harta pusaka , pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan setiap pemilik harta pusaka.
Sebagian orang belum begitu memahami masalah pembagian harta
waris. Mereka sering kali beranggapan bahwa pembagian waris dilakukan secara
sama rata padahal dalam hukum waris telah ditentukan bahwa pembagian waris tiap
ahli waris tidak sama. Oleh sebab itu setiap manusia berkewajiban mempelajari
hukum waris agar para ahli waris bisa mengambil manfaat dari harta yang telah
diwariskan dan pembagian warisan pun bisa dilakukan sesuai syariat islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Faraidh?
2. Apa dasar hukum Faraidh?
3. Bagaimana syarat dan rukun dalam
Faraidh?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendiskripsikan pengertian dari Faraidh
2. Menjelaskan dasar hukum Faraidh
3 Menyebutkan syarat dan rukun dalam Faraidh
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Faraidh
Waris adalah kata lain dari faraidh. Faraidh bentuk jamak dari faridah yang berarti takdir atau ketentuan. Menurut syariat ilmu faraidh adalah ilmu tentang pembagian harta peninggalan diantara ahli-ahli waris yang berhak menerimanya. Sedangkan definisi ahli faraidh ilmu faraidh adalah ilmu fiqih yang berkaitan pembagian harta peninggalan, dan cara mengetahui perhitungannyayang bisa menyampaikan harta peninggalan dan cara mengetahui tentang ukuran (bagian) dari harta peninggalan wajib bagi setiap ahli waris (pemilik harta peninggalan).
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu
faraidh adalah ilmu tentang cara-cara pembagian harta peninggalan kepada para
ahli warisnya berdasarkan syariat islam.
B. Sebab-sebab Memperoleh Warisan
1. Rukun Waris
Rukun waris ada 3:
a. Al-muwaris, orang yang diwarisi harta peninggalan atau orang yang mewariskan hertanya.
b. Al-waris/ahli waris, orang yang
dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan.
c. Al-maurus atau al-miras, harta
peninggalan si mati.
2. Sebab-sebab Memperoleh Warisan.
Dalam ketentuan Islam, sebab-sebab untuk dapat menerima
warisan ada tiga:
a. Hubungan kekerabatan
b. Hubungan perkawinan
c. Hubungan karena sebab memerdekakan budak
atau hamba sahaya.
C. Syarat-syarat Pewarisan
Syarat-syarat pewarisan ada tiga, yaitu:
1. Seseorang meninggal secara hakiki atau
secara hokum
2. Ahli waris secara pasti masih hidup
ketika pewaris meninggal
3. Mengetahui golongan ahli waris.
D. Macam-macam Penghalang Mendapat Warisan
1. Pembunuhan
Pembunuhan yang dilakukan ahli waris terhadap al-mawaris, menyebabkannya tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang diwarisinya. Adapun dasar hukum yang melarang ahli waris yang membunuh untuk mewarisi harta peninggalan si mati adalah sabda Rasulullah saw:
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَتَلَ قَتِيْلاً فَإِنَّهُ لاَيَرِثُهُ وَاِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَارِثٌ غَيْرُ وَاِنْ كَانَ لَهُ وَالِدُهُ اَوْ وَلَدَهُ فَلَيْسَ لِقَاتِلٍ مِيْرَاثٌ (روه أحمد)
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa membunuh seorang kurban, maka sesungguhnya ia tidak dapat mewarisinya, walaupun koraban tidak mempunyai ahli waris selain dirinya sendiri, (begitu juga) walaupun korban itu adalah orang tuanya atau anaknya sendiri, maka bagi pembunuh tidak berhak menerima warisan.”
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ لِقَاتِلٍ مِنَ المِيْرَاثِ شَيْىءٌ (روه النسائى)
Rasulullah saw bersabda: “tidak ada hak bagi pembunuh
sedikitpun untuk mewarisi.
2. Berlainan agama
Berlainan agama menjadi penghalang mewarisi adalah apabila antara ahli waris dan al-muwaris, salah satunya beraga Islam, yang lain bukan Islam. Misalnya ahli waris beragama Islam, muwarisnya beragama keristen, atau sebaliknya. Demikian kesepakatan mayoritas ulama.
Dasar hukumnya adalah hadits Rasulullah saw
لاَيَرِثُ المُسْلِمُ الكَافِرَ وَلاَ الكَافِرُ المُسْلِمَ (متفق عليه)
“Orang Islam tidak mewarisi harta orang kafir, dan orang
kafir tidak mewarisi harta orang Islam”
(Muttafaq ‘alaih).
Hadits riwayat Ashab al-sunnan (penulis kitab-kitab al-sunan) sebagai berikut:
لاَيَتَوَارَثُ أَهْلَ المِلَّتَيْنِ شَتَّى (روه اصحاب السننى)
“Tidak dapat saling mewarisi antara dua orang pemeluk agama yang berbeda-beda.” (HR. Ashab al-sunan)
Hal ini diperkuat lagi dengan petunjuk umum Surah An-Nisa ayat 141:
tûïÏ%©!$# tbqÝÁ/utIt öNä3Î/ bÎ*sù tb%x. öNä3s9 Óx÷Fsù z`ÏiB «!$# (#þqä9$s% óOs9r& `ä3tR öNä3yè¨B bÎ)ur tb%x. tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 Ò=ÅÁtR (#þqä9$s% óOs9r& øÈqóstGó¡tR öNä3øn=tæ Nä3÷èuZôJtRur z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# 4
ª!$$sù ãNä3øts öNà6oY÷t/ tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# 3
`s9ur @yèøgs ª!$# tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 n?tã tûüÏZÏB÷sçRùQ$# ¸xÎ6y ÇÊÍÊÈ
Artinya : “Dan sekali-kali tidak akan memberikan suatu jalan bagi orang-orang kafir (untuk menguasai orang mukmih).” (QS. An-Nisa :141)
3. Perbudakan
Perbudakan menjadi penghalang mewarisi, bukanlah karena status kemanusiaannyatetapi semata-mata keran status formalnya sebagai hamba sahaya (budak). Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang untuk menerima warisan karena dianggap sidak cakap melakukan perbuatan hukum. Firman Allah SWT menunjukkan:
* z>uÑ ª!$# ¸xsVtB #Yö6tã %Z.qè=ôJ¨B w âÏø)t 4n?tã &äóÓx« `tBur çm»oYø%y§ $¨ZÏB $»%øÍ $YZ|¡ym uqßgsù ß,ÏÿZã çm÷YÏB #uÅ #·ôgy_ur (
ö@yd c¼âqtGó¡o 4
ßôJptø:$# ¬! 4
ö@t/ öNèdçsYò2r& w tbqßJn=ôèt ÇÐÎÈ
Artinya : “Allah telah membuat perumpamaan (yakni) seorang budak (hamba sahaya) yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun “ (QS. Al-Nahl :75)
Seorang hamba sahaya secara yuridis dipandang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, karena hak-hak kebendaannya berada pada tuannya. Oleh karena itu ia tidak bisa menerima bagian warisan dari tuannya. Demikian pula jika ia sebagai muearis, ia tidak bisa mewariskan hartanya sebelum ia merdeka.
E. Orang Yang Berhak Menerima Warisan dan Pembagiannya
a. Apabila dicermati, ahli waris ada dua macam:
a) Ahli waris karena nasabiyah, yaitu ahli
waris karena hubungan kekeluargaannya timbul karena hubungan darah.
b) Ahli waris sababiyah, yaitu hubungan kewarisan
yang timbul karena sebab tertentu, yaitu:
1) Perkawinan yang sah;
2) Memerdekakan budak sahaya.
b. Ahli waris dilihat dari segi
bagian-bagian yang diterima mereka, ahli waris dapat dibedakan kepada:
a. Ahli waris Ashab al-furuth, yaitu ahli
waris yang menerima bagian yang besar kecilnya telah ditentukan dalam
al-qur’an.
b. Ahli waris ‘asabah, yaitu ahli waris
yang bagian yang diterimanya adalah sisa setelah harta warisan dibagikan kepada
ahli waris as-hab al-furudh.
c. Ahli waris zawi al-arham, yaitu ahli
waris yang sesungguhnya memiliki hubungan darah, akan tetapi menurut ketentuan
Al-Qur’an, tidak berhak menerima bagian warisan.
Jumlah keseluruhan ahli waris yang secara hukum berhak menerima warisan baik ahli waris nesabiyah maupun sababiyah apabila dirinci seluruhnya ada 25 orang. 15 orang ahli waris laki-laki dan 10 ahli waris perempuan.
Jumlah keseluruhan ahli waris yang secara hukum berhak menerima warisan baik ahli waris nesabiyah maupun sababiyah apabila dirinci seluruhnya ada 25 orang. 15 orang ahli waris laki-laki dan 10 ahli waris perempuan.
1. Ahli waris dari pihak laki-laki mereka adalah:
a) Anak laki-laki
b) Cucu laki-laki dari anak laki-laki
c) Ayah
d) Kakek
e) Saudara laki-laki seibu seayah
f) Saudara laki-laki seayah
g) Saudara laki-laki seibu
h) Anak saudara laki-laki seayah
i) Anak saudara laki-laki seayah
j) Saudara laki-laki seibu seayah
k) Saudara laki-laki seayah
l) Anak laki-laki dari saudara
laki-laki ayah seayah seibu
m) Anak laki-laki
dari saudara laki-laki ayah seayah
n) Suami
o) Orang laki-laki yang memerdekakan (mu’tiq)
2.
Ahli waris dari pihak perempuan adalah:
a. Anak perempuan
b. Ibu
c. Cucu perempuan dari anak laki-laki
d. Ibu dari bapak
e. Ibu dari ibu (ibunya ibu)
f. Saudara perempuan seibu seayah
g. Saudara perempuan seayah
h. Saudara perempuan seibu
i. Istri
j. Perempuan yang memerdekakan.
Adapun bagian-bagian yang diterima adalah sebagai berikut:
a. Ahli Waris Yang Mendapat Bagian Separo
1) Suami, bila
istrinya yang meninggal tidak memiliki anak atau cucu laki-laki dari anak
laki-laki, baik dari dirinya maupun dari suami yang lain. Ketentuan ini
berdasarkan ayat:
Artinya : “Dan bagimu (suami-saumi) separo bagian harta ditinggalkan oleh istri-istrimu. Jika mereka tidak mempunyai anak“(QS. An-Nisa: 12)
Artinya : “Dan bagimu (suami-saumi) separo bagian harta ditinggalkan oleh istri-istrimu. Jika mereka tidak mempunyai anak“(QS. An-Nisa: 12)
2) Anak perempuan, apabila tidak
bersama-sama dengan saudara laki-laki, dan ia seorang diri. Ketentuan ini
berdasarkan ayat:
Artinya: “Apabila dia (anak perempuan) sendirian, maka dia mendapat bagian separo harta”. (QS. An-Nisa: 11)
3) Anak perempuan dari anak laki-laki,
apabila tidak bersama-sama dengan saudara laki-laki, anak perempuan tadi
sendirian, tidak ada anak perempuan kandung atau anak laki-laki.
4) Saudara perempuan seibu seayah atau
seayah saja, apabila saudara perempuan seibu sebapak tidak ada ia hanya separo
saja. Firman Allah:
Artinya : “Dan jika ia (yang meninggal) mempunyai saudara perempuan maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya”. (QS. An-Nisa: 176)
Artinya : “Dan jika ia (yang meninggal) mempunyai saudara perempuan maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya”. (QS. An-Nisa: 176)
b.
Ahli Waris Yang Mendapatkan Bagian Seperempat
1) Suami, apabila istri mempunyai anak baik
laik-laki maupun perempuan atau cucu dari anak laki-laki, baik darinya ataupun
dari suaminya yang lain. Berdasarkan ayat yang artinya : “Apabila mereka
mempunyai anak, maka bagimu seperempat dari harta yang mereka tinggalkan”. (QS.
An-Nisa: 12)
2) Istri, apabila suami tidak mempunyai anak atau
cucu dari anak laki-laki dari istrinya yang manapun. Maka apabila istrinya itu
berbilang, seperempat itu dubagi rata diantara mereka. Firman Allah: “Dan para
istri memperoleh seperempat dari harta yang kamu tinggalkan, jika kamu tidak
mempunyai anak”. (QS. An-Nisa: 12)
c. Ahli Waris Yang Mendapatkan Seperdelapan
Bagian merupakan bagian tertentu bagi seorang istri atau beberapa istri dengan syarat suami mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dari istri manapun. Ketentuan ini berdasarkan ayat: “Jika kamu mempunyai anak, maka para istri itu meperoleh seperdelapan dari harta yang ditinggalkan”. (QS. An-Nisa: 12)
d. Yang Mendapatkan Dua Pertiga
1) Dua anak perempuan atau lebih apabila tidak
bersama-sama dengan saudara laki-lakinya. Firman Allah: “Apabila anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka mendapat dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan”. (QS. An-Nisa: 11)
2) Dua cucu perempuan dari anak laki-laki atau
lebih dengan syarat tidak ada si pewaris, tidak ada dua anak perempuan, tidak
bersama-sama dengan saudara laki-laki yang mendapat bagian ashabah.
3) Dua saudara perempuan seibu seayah atau lebih
apabila tidak ada anak, ayah atau kakek, tidak ada laki-laki yang mendapat bagian
ashabah yaitu saudara laki-laki seibu seayah, tidak ada anak perempuan atau
cucu perempuan dan anak laki-laki, baik satu orang maupun lebih. Firman Allah:
“Apabila mereka berdua, maka bagi mereka dua pertiga dari apa yang
ditinggalkan”. (QS. An-Nisa: 176)
4) Dua saudara perempuan seayah atau lebih,
apabila tidak ada anak lak-laki, ayah atau kakek, tidak ada laki-laki yang
mendapat bagian ashabah yaitu saudara laki-laki seayah, tidak ada anak-anak
perempuan atau cucu, cucu perempuan dari anak laki-laki atau saudara laki-laki
seibu seayah atau saudara perempuan seibu seayah.
e. Yang Mendapatkan Bagian Sepertiga
1) Ibu, apabila yang meninggal tidak meninggalkan
anak atau cucu dari anak laki-laki, dan tidak meninggalkan dua orang sadara,
baik laki-laki ataupun perempuan, baik seibu sebapak, ataupun sebapak saja atau
seibu saja. Firman Allah: “Apabila si mayit tidak mempunyai anak, dan yang
mewarisi kedua orang tuanya, maka ibunya mendapat sepertiga bagian, jika yang
meninggal itu mempunyai beberpa saudara maka ibunya mendapat seperenam”.
(QS.An-Nisa: 11)
2) Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang
seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Firman Allah: “Tetapi jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu”. (QS. An-Nisa: 12)
f. Yang Mendapat Seperenam
1) Ibu, apabila ia beserta anak, beserta anak
dari anak laki-laki, atau beserta dua saudara atau lebih, baik saudara
laki-laki ataupun saudara laki-laki ataupun saudara perempuan, seibu sebapak,
sebapak saja atau seibu saja. Firman Allah: “Dan untuk dua orang ibu bapak bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak”. (QS. An-Nisa: 11)
“Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam”. (QS. An-Nisa: 11)
“Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam”. (QS. An-Nisa: 11)
2) Bapak si mayit, apabila yang meninggal
mempunyai anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan
(berdasarkan Surah An-Nisa ayat 11)
3) Cucu perempuan dari anak laki-laki, baik seorang
ataupun lebih, apabila bersama seorang anak perempuan tetapi apabila anak
perempuan berbilang maa cucu perempuan tadi tidak mendapatkan pusaka. Hadits
Nabi: “Nabi saw telah memberikan seperenam untuk seorang anak perempuan dari
anak laki-laki beserta anak perempuan”. (HR. Bukhari)
4) Saudara-saudara seibu, baik laki-laki maupun
perempuan, masing-masing mendapat seperenam apabila sendirian, berdasarkan
Surah An-Nisa ayat 12. dalam kewarisan disyaratkan tidak ada ayah dan
seterusnya, juga tidak ada si pewaris.
5) Saudara perempuan yang seayah, baik sendiri
maupun lebih, apabila beserta saudara perempuan yang seibu sebapak. Adapun
apabila saudara sebapak tidak mendapat pusaka.
6) Nenek, (dari pihak ayah atau dari pihak ibu)
apabila ibu tidak ada. Hadits nabi:
اِنَّ النَّبِىَّ صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ لِلْجَدَّةِ السُّدُ سَ
“Sesungguhnya Nabi saw telah menetapkan bagian nenek seperenam dari harta”.
7) Kakek (ayah dari ayah) apabila beserta anak
atau anak dari anak laki-laki, sedangkan bapak tidak ada (berdasarkan ijma’
ulama)
F. Ashabah
Ashabah ialah bagian
sisa setelah diberikan kepada ahli waris ashabah al-furud. Sebagai ahli waris
penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak,
terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama sekali,
karena telah habis diberikan kepada ahli waris ashab al-furudh. Didalam
pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang memiliki hubungan kekerabatan
yang terdekatlah yang dahulu menerimanya.
1.
Pembagian ashabah
Warisan adalah ashabah dibagi menjadi dua bagian, warisan ashabah keturunan dan warisan ashabah karena sabab.
Warisan ashabah karena keturunan adalah karena adanya hubungan keturunan, sedangkan warisan ashabah karena sebab adalah kerna memerdekakannya.
2. Macam-macam ashabah menurut garis
keturunan
Adapun macam-macam ahli waris ashabah ada tiga macam, yaitu:
a. Ashabah binafsih (ashabah dengan
sendirinya)
Yaitu ahli
waris yang karena kedudukan dirinya sendiri berhak menerima bagian ashabah.
Ahli waris kelompok ini semuanya laki-laki, kecuali mu’tiqah (orang perempuan
yang memerdekakan hamba sahaya) yaitu:
a) Anak laki-laki
b) Cucu laki-laki dari garis laki-laki
c) Bapak
d) Kakek (dari garis bapak)
e) Saudara laki-laki sekandung
f) Anak laki-laki saudara laki-laki
sekandung
g) Saudara laki-laki seayah
h) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
i) Paman sekandung
j) Paman seayah
k) Anak laki-laki paman sekandung
l) Anak laki-laki paman seayah
m) Mu’tiq dan atau mu’tiqah (orang laki-laki / perempuan yang
memerdekakan hamba
sahaya)
b. Ashabah bi al-ghair, yaitu ahli waris
yang menerima bagian sisa karean bersama-sama dengan ahli waris yang lain yang
telah menerima bagian sisa apabila ahli waris penerima sisa tidak ada, maka ia
tetap menerima bagian tertentu (furud al-muqaddarah) ahli waris penerima
ashabah bi al-ghair tersebut adalah :
1) Anak perempuan bersama-sama dengan anak
laki-laki
2) Cucu perempuan sekandung bersama dengan cucu
laki-laki garis laki-laki
3) Saudara perempuan sekandung bersama saudara
laki-laki sekandung
4) Saudara perempuan seayah bersama dengan
saudara laki-laki seayah.
Ketentuan yang berlaku apabila mereka bergabung menerima bagian ashabah, maka bagian ahli waris laki-laki adalah dua kali bagian perempuan. Firman Allah: “Allah telah menetapkan bagian waris anak-anakmu untuk seorang anak laki-laki sama dengan dua anak perempuan”. (QS. An-Nisa: 11)
c. Ashabah ma’a al-ghair, yaitu ahli waris
yang menerima bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli waris lain yang tidak
menerima bagian sisa. Apabila ahli waris tidak ada, maka ia menerima bagian
tertentu (al-furud al-muqaddarah) ahli waris yang menerima bagian ashabah ma’a
al-ghair adalah:
1) Saudara perempuan sekandung (seorang atau
lebih) bersama dengan anak perempuan
atau cucu perempuan garis laki-laki (seorang atau lebih).
2) Saudara perempuan seayah (seorang atau lebih)
bersama dengan anak atau cucu perempuan (seorang atau lebih).
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Waris adalah kata lain dari
faraidh. Faraidh bentuk jamak dari faridah yang berarti takdir atau
ketentuan.ilmu faraidh adalah ilmu fiqih yang membahas tentang cara mengetahui
penghitungan harta benda peninggalan maupun harta benda yang di warisakan.
2. Syarat Faraidh ada tiga: Matinya Muwaris
(pewaris),Hidupnya Waris (Ahli Waris) ketika Muwaris meninggal,Tidak ada
penghalang dalam kewarisan.
3. Rukun Faraidh ada tiga: Tirkah,Muaris
(pewaris),Waris (Ahli Waris). Rukun Waris ada tiga: Al-muwaris, Al-waris/ahli
waris, Al-maurus atau al-miras.
4. Sebab memperoleh Warisan ada tiga:
Hubungan kekerabatan, Hubungan perkawinan,
b. Saran
1. Hendaknya makalah ini dapat dijadikan
sebagai salah satu sumber pembelajaran bagi pembaca. Dan makalah ini bisa
bermanfaat bagi banyak pihak, utamanya bagi penyusun dan pembaca.
DAFTAR RUJUKAN
Hasbiyallah,Belajar Mudah Ilmu Waris(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013)
M.Rizal Qosim,Pengamalan Fikih(Yogyakarta :PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009)
http://makalah-fasya.blogspot.com/2012/05/faraidh.html
[1] Hasbiyallah,Belajar Mudah Ilmu Waris(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013),hal.1-2.
[2] M.Rizal Qosim,Pengamalan Fikih(Yogyakarta :PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), Hal. 100
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena denganKarunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam serta rasa keingintahuan
kami terhadap Hukum-hukun Islam khususnya Hukum Waris (Ilmu Faraidh).
Makalah ini berisi tentang pengertian, dasar hukum, dan syarat
rukunnya dalam Faraidh. Manusia hidup di dunia ini tidak akan terpisahkan
dengan yang namanya Warisan. Sehingga ilmu tentang warisan akan sangat berguna
bagi manusia di dunia ini ada.
Dengan ilmu Faraidh diharapkan manusia khususnya umat Islam
tidak salah dalam hal harta warisan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan,
demi kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Makarti
Jaya, Februari 2017
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...........................................................................................................................
i
Kata
pengantar……………………………………...................................................................ii
Daftar isi…………………………………………....................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………..........………………………...........................................1
B. Rumusan
Masalah……………………………………………............................................1
C. Tujuan……………………………………………………..................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Faraidh..............................................................................................................2
B. Sebab-sebab Memperoleh Warisan.…...............................................................................2
C. Syarat-syarat Pewarisan
.....................................................................................................2
D. Macam-macam
PenghalangMemperoleh Warisan ...........................................................
2
E. Orang-orang Yang
Berhak Menerima Warisan dan Pembagiannya ................................. 3
F.
Ashabah.............................................................................................................................
6
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan………………………………………………...................................................8
2. Saran…………………………………………………….....................................................8
DAFTAR PUSTAKA
.............................................................................................................
9
iii
Tidak ada komentar:
Posting Komentar