Senin, 30 Januari 2017

Sinopsis, Unsur Instrinsik Cerpen Gadis Panjaja Tikar

Gadis Penjaja Tikar
Karya : Ahda D.h
Suasana Kebun Raya Bogor dipenuhi dengan pengunjung. Laki-laki, perempuan, tua maupun muda semuanya ada disana. Saat itu adalah hari libur panjang sekolah sehingga banyak pengunjung yang pergi liburan. Mereka ingin menikmati suasana malam dan menghilangkan kejenuhan.Seorang anak kecil tiba-tiba datang. Dengan pakaian sederhana, ia menjajakan tikar dari plastik kepada para pengunjung ke pengunjung lain, ia terus menawarkan tikarnya. “Pak, mau sewa tikar?”katanya pada Pak Umar. “Berapa harga sewa satu lembar tikarnya?”tanya Pak Umar. “Lima ribu rupiah, Pak!”jawabnya dengan suara lembut. “Bagaimana kalau Bapak ambil tiga puluh ribu rupiah?”tanya Pak Umar lagi. Gadis itu diam sejenak. Kemudian ia pun berkata,”Baiklah kalau begitu. Silahkan pilih, Pak!”Pak Umar memilih tikar plastik yang akana disewanya. Dalam hati Pak Umar ada rasa tak tega terhadap gadis itu. Gadis berusia delapan tahun harus bekerja keras untuk mendapatkan uang. “Kamu sekolah?”tanya Pak Umar. “Sekolah, Pak! Saya kelas empat SD.
 “jawabnya.”Mengapa kamu menyewakan tikar plastik ini?”tanya Pak Umar lagi. “Saya harus membantu ibu saya. “jawab gadis itu. “Kemana ayahmu?”Pak Umar bertanya lagi. “Bapak telah lama meninggal dunia. Untuk itu, saya harus membantu ibu untuk mencari uang,”jawab gadis itu pelan. Mendengar cerita gadis tersebut, Pak Umar merasa terharu.Pak Umar merasa kasihan terhadap anak tersebut. Diambilnya beberapa lembar uang dua puluh ribuan lalu diberikannya kepada gadis kecil itu. “Pak maaf, saya tidak boleh menerima uang jika tidak bekerja, “katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Mengapa?”tanya Pak Umar heran. “Kata ibu, saya boleh menerima uang kalau memamg hasil bekerja. Saya tidak boleh meminta belas kasihan dari orang. “Mendengar perkataan gadis itu, Pak Umar makin terharu. Ia tahu kalau ibu gadis kecil itu seorang yang berbudi luhur. “Begini saja, kalau memang harus bekerja, sekarang bantu Bapak beserta keluarga. Tolong kamu bawakan rantang ini. Kita akan makan bersama di bawah pohon yang rindang itu!” kata Pak Umar ramah. Pak Umar dan keluarga menuju ke bawah pohon yang rindang tersebut. Mereka pun menggelar tikar plastik yang baru saja disewanya. Gadis kecil itu pun diajak untuk makan bersama

Unsur Intrinsik
Tema               : Masalah Sosial
Alur                 : Maju
 Tokoh               :
      Gadis Penjaja Tikar
      Pak Umar

Penokohan      : 
Gadis Penjaja Tikar :
-      Suka Menolong
 “Bapak telah lama meninggal dunia untuk itu saya harus membantu ibu untuk mencari uang”Jawab gadis itu pelan.
-     Tetep Pada Pendirian :
“Kata ibu saya boleh menerima uang kalau memang hasil bekerja.Saya tidak boleh meminta belas kasihan dari orang.”
Pak Umar :
-     Memiliki rasa solidaritas yang tinggi :
    Pak Umar merasa kasihan terhadap anak tersebut diambilnya beberapa uang dua puluh    ribuan lalu diberikan kepada gadis kecil itu
-         Baik hati atau ramah :
“Begini saja kalau memang harus bekerja sekarang bantu bapak beserta keluarga.Tolong kamu bawakan rantang ini .Kita akan makan bersama di bawah pohon yang rindang itu!”Kata Pak Umar ramah.
Latar  :
      Latar Suasana
-         Ramai
Suasana kebun raya bogo dipenuhi dengan pengunjung.Laki-laki,perempuan,tua ,muda semua ada disana.
-         Jenuh       
Mereka ingin menikmati suasana malam dan menghilangkan kejenuhan.
     Latar Waktu
-         Malam hari
Mereka ingin menikmati suasana malam dan menghilangkan kejenuhan
-         Liburan
Saat itu adalah hari libur panjang sekolah sehingga banyak pengunjung yang pergi liburan.
   Latar Tempat
-         Kebun
Suasana kebun raya dipenuhi dengan pengunjung
-         Pohon yang rindang
Pak Umar dan keluarga menuju ke bawah pohon yang rindang tersebut

Sudut pandang    : Sudut pandang orang ketiga pelaku utama

Amanat               : ketika kita sudah berprinsip atau sudah berpendirian teguh maka tetaplah yakin pada prinsipmu karena pasti akan datang hal yang tak terduga dalam hidupmu


























Sinopsis, Unsur Instrinsik Novel Percobaan Setia

Percobaan Setia

Pengarang    : Suman Hs. (1904)
Penerbit        : Nusantara
Tahun            : 1931; Cetakan IV, 1961

Ringkasan Novel Percobaan Setia.
             Kepindahan Syamsudin beserta bapak dan ibunya ke desa Taratakbuluh yang melewati Sungai Kampar, membuka mata Syamsudin bahwa dunia itu begitu luas. Banyak keindahan dan kekayaan alam yang belum pernah dilihat selama ia berada di bawah asuhan orang tuanya.
Pengalaman demi pengalaman di desa baru, lama-kelamaan membuatnya merasa bosan. Timbul keinginan yang lain. Ia ingin pergi merantau. “akhirnya taklah sanggup lagi aku menahan hatiku, keinginan hendak merantau itu tak dapat kuperangi lagi. Maka, kuberanikanlah hatiku mengabarkan rahasia hatiku itu” (hlm. 19). Dengan berat hati, kedua orang tuanya melepas Syamsudin, yang pergi tanpa menentukan arah yang pasti itu.
            Syamsudin tinggal dan bekerja pada seorang saudagar di Malaka setelah beberapa waktu tinggal di Bengkalis dan mengalami pengalaman pahit. Beruntung, saudagar yang kaya itu begitu baik padanya. Pemuda itu bahkan diperlakukan seperti anaknya sendiri. Walaupun demikian, Syamsudin tidak melupakan kewajubannya untuk terus mengurus barang dagangan milik saudagar.
Rasa suka saudagar dan istrinya bertambah-tambah setelah Syamsudin berhasil menggagalkan kebakaran yang hampir melumatkan anak saudagar, yaitu Haji Salwiah. Dengan menimbang segala kebaikan yang pernah dilakukan Syamsudin, saudagar dan istrinya sepakat untuk menikahkannya dengan Haji Salwiah. Namun, untuk menghindari adanya omongan-omongan orang, Syamsudin diperintahkan untuk menunaikan ibadah haji terlebih dahulu agar ia sepadan dengan Salwiah yang bergelar haji.
Dalam perjalanan ke Mekah, ia bertemu dengan Jamin, sahabatnya. Suka duka mereka rasakan berdua. Juga ketika dompet Syamsudin kecopetan dalam suatu keramaian di Pulau Pinang, tempat transit mereka. Jamin dengan rela membantu usaha Syamsudin untuk mendapatkan kembali uang yang hilang dengan jalan membantu sahabatnyak itu menjualkan rujak di kapal, tanpa meminta imbalan sedikit pun. Setelah sebulan lebih mengarungi lautan, mereka tiba dengan selamat di Mekah.
           Sepulang dari Tanah Suci, Syamsudin menginap kembali di Pulau Pinang sebelum melanjutkan ke Malaka. Ia tidak bersama Jamin yang akan menuntut ilmu di Mekah. Di penginapan, Syamsudin berkenalan dengan Abdulfatah yang mengaku sangat kenal dengan keluarga Haji Salwiah di Malaka. Kepada dialah Syamsudin banyak bercerita  tentang rencana pernikahannya dengan Haji Salwiah.
Rupanya Abdulfatah pun mencintai Haji Salwiah. Begitu ia mengetahui bahwa orang di hadapannya adalah calon suami Haji Salwiah, ia mulai memasang jebakan. Syamsudin dibuat luka parah dalam tabrakan yang direkonstruksikan olehnya. Ia sendiri hanya mengalami luka ringan. Dengan jalan demikian akan muluslah rencananya untuk mendapatkan Haji Salwiah.
Dalam ketidakberdayaan Syamsudin itu, Abdulfatah memanfaatkan kelihaiannya untuk menipu beberapa pihak. Kepada keluarga Haji Salwiah dikabarkan bahwa Syamsudin telah meninggal, dan kepada Syamsudin dikabarkan bahwa Haji Salwiah menderita penyakit ketumbuhan.
            Secara tak diduga, Jamin kembali ke tanah air. Ia terkejut bercampur geli begitu mengetahui keadaan Syamsudin, apalagi setelah mengetahui siapa pelaku di belakang semua itu. Kemudian dengan kepandaiannya, Jamin balik memperdayai Abdulfatah sehingga rencana perkawinan Abdulfatah dengan Haji Salwiah –yang memang tidak menyukainya- berhasil digagalkan.
Pada akhirnya, Abdulfatah yang memang sering melakukan penipuan, dihukum enam tahun karena terbukti melakukan penipuan dan penganiayaan. Akan halnya Syamsudin, ia ternyata masih dicintai calon istrinya. “Jika Tuhan masih satu dan surge masih tempat orang beramal, niscaya aku takkan menyesal bersuamikan Abang,” katanya sambil merebahkan dirinya ke atas ribaanku (hlm. 103).
Berbeda dengan novel pertamanya, Kasih Tak Terlarai, novel Suman Hasibuan yang kedua ini, Percobaan Setia, ditulis dengan gaya bahasa yang lebih bernada jenaka. Begitu pula alur ceritanya tidak begitu dekat dengan alur cerita detektif walaupun dalam novel ini ada tokoh Jamin yang menjadi kepala mata-mata rahasia.
Secara keseluruhan, cerita Novel Percobaan Setia ini lebih banyak terpusat pada tokoh tiga haji: Haji Salwiah, Haji Syamsudin, dan Haji Jamin. Sedangkan percobaannya sendiri lebih banyak menimpa diri Haji Syamsudin dalam rangka memperistri Haji Salwiah. Lalu, ketika datang penipu, Abdulfatah, Haji Jamin bertindak sebagai “dewa penolong” yang memungkinkan terbongkarnya kebusukan Abdulfatah. Oleh karena itu, dapat dipahami jika Amal Hamzah dalam ulasannya (Buku dan Penulis, 1950), “Percobaan Setia dapat pula namanya diganti dengan cerita Haji Kongsi Tiga ….”.

1. Etika
            - Hj. Salwiah memilii etika yang luhur ia tidak membedakan status sosial seseorang
            - H. beretiak baik, ia seorang pekerja keras tak pernah pantang menyerah
            - Abdulfatah adalah beretiak buruk, karena cinta butanya ia menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan apa ia inginkan
            -. H. Jimin beretika baik, ia setia kawan, suka menolong
2. Kebiasaan
            Seorang yang pekerja keras tak pernah putus asa pasti suatu saat akan memperoleh kesuksesan


Sinopsis, Unsur Instrinsik Sahabat Setia

Sahabat Setia
Judul Cerpen Sahabat Setia
Cerpen Karangan: 
Siti Masito Hasana
Kategori: 
Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 7 September 2015
I.
Aku Fanya. Aku sekolah di SMA favorit di Jakarta. Di sekolah aku punya sahabat bernama Nabila kami sudah bersahabat sejak kecil.
Pukul 07:00 bel berbunyi tanda bahwa jam pelajaran sudah harus dimulai.
“Pagi anak-anak” sapa Ibu guru yang memasuki kelas.
“Pagi Bu” jawab semua murid.
“anak-anak hari ini kalian belajar sendiri ya karena Guru akan mengadakan rapat” Bu Guru.
“yessss!!!” teriak murid.
“diam! Silahkan belajar” Kata Bu Guru meninggalkan kelas.
Sungguh kelas menjadi heboh hanya karena guru rapat tapi memang beruntung bagi pelajar jika sedang ada rapat.
Aku menghampiri Nabila yang sedang melamun. Mungkin dia sedang melamunkan Rangga orang yang ia sukai tapi aku juga menyukainya. Ya, kami sama-sama menyukai Rangga tapi aku dan dia selalu menjaga perasaan sahabatnya saat ingin mendekati Rangga. Kami takut persahabatan kami hancur apalagi hanya karena merebutkan lelaki.
“Hei Nabila” sapaku mengejutkannya.
“eh Fanya, ada apa?” jawab Nabila kaget.
“tidak ada, kau sedang melamunkan apa?” tanyaku.
“hem… itu.. anu.. tidak ada” jawab Nabila gugup.
“sudah tidak usah berbohong, kau pasti sedang melamunkan Rangga bukan?” jawab dan tanyaku.
“iya, tapi aku tidak punya hubungan apa-apa dengannya” jawab Nabila.
“oh tak apa jika kau punya hubungan juga aku tak marah” jawabku.
“tentu tidak aku akan menjaga persahabat kita Fa, tapi aku hanya bingung kemarin dia menyatakan kalau dia ingin menjadi pacarku tapi aku menolaknya lalu hari ini aku dengar dia sudah berpacaran dengan Keyla” jawab Nabila.
“Apa? sungguh gila dia, kemarin dia juga meminta aku menjadi pacarnya tapi aku menolaknya dan dia juga mengatakan itu padamu”
“Hah? Gila apa maksud dia seperti itu” Nabila.
“entahlah, tetapi mengapa kau tak bicara padaku semalam, bukankah semalam kita bertemu?” tanya Fanya.
“maaf, aku takut kau marah padaku” Jawab Nabila.
“aku tak akan marah dengan sahabatku” Jawabku.
“beruntung kita tidak tertipu oleh Rangga” Nabila.
“Dia itu hanya lelaki Play boy yang ingin merusak persahabatan kita” jawabku.
“lain kali kita harus hati-hati jika menyukai orang” Nabila.
“ya benar, kita juga harus saling terbuka dengan sahabat” jawabku.
Kami pun berpelukan. Mulai saat itu kami tak pernah lagi berdekatan dengan Rangga dan kami selalu saling terbuka satu sama lain.

II

Udara pagi ini begitu menyejukkan. Membuat pagiku terasa panjang hingga enggan beranjak dari tempatku terpejam. Hari ini hari senin, hari pertamaku masuk kuliah. Terburu-buru aku mandi karena bangun kesiangan. Sesampainya di kampus aku mulai ikut kegiatan kampus, yaitu ospek. Namaku Siska. Aku bahagia karena bisa kuliah di universitas harapanku. Ku mulai hari dengan semangat. Di sini, di kampus ini aku belajar dan mulai mencari teman. Hari pertama ospek terlewati. Teman pun telah ku miliki,  meskipun masih terasa asing dan aneh. Nama temanku Alin. Dia gadis yang manis, tinggi, dan kulitnya sawo matang. Aku tak tau dia baik atau tidak. Awal perkenalan sih baik, tapi tak tahu watak aslinya. Harapanku selalu baik. 

Seminggu masa ospek berlalu. Aku mendapat banyak teman baru. Tapi tak ku lupakan teman pertama kali aku masuk. Yah, Alin masih menjadi dekat. Semakin lama semakin dekat. Hari-hari kami lewati bersama. Mulai dari mengerjakan tugas bareng, jalan-jalan bareng, curhat bareng, mandi pun mungkin bareng meski di tempat berbeda.  

Satu semester telah terlewati, persahabatan kami semakin langgeng. Saling mengerti, memberi perhatian di saat sakit, memberi kejutan di saat ulang tahun, solat bersama, dan mengingatkan di saat lalai tidak mengerjakan solat. Banyak hal yang sudah kami lalui. Banyak kesamaan di antara sikap kami. Ya, sama-sama berparas judes, galak, keras kepala, dan galau soal pacar. Seringnya kami gonta-ganti pacar membuat kami sering mengalami kejombloan. 

Libur semester 2 sudah menanti, aku bersiap untuk pelang ke rumah orang tuaku. Ya, begitulah anak kos, setiap libur selalu pulang. Aku termasuk anak yang sedikit manja. Tidak mau lama jauh dari orang tua. Sekalinya sudah mau dekat libur selalu aku tak pernah melewatkan menghitung kalender untuk pulang. Kuliahku di Palembang dan rumah orang tuaku di Lampung. Butuh waktu berjam-jam sampai ke sana. 

Libur telah tiba, aku menikmati liburanku bersama keluarga. Ya sesekali aku maen dengan teman kecilku dekat rumah.  Kesedihan mulai muncul jikalau masa libur habis. pagi-pagi aku sudah dibangunkan ibuku untuk siap-siap ke stasion pulang ke kosan. Aku murung karena belum rela meninggalkan rumah. Di keretapun aku hanya bosan. Saat akan sampai tiba-tiba aku bertemu dengan teman yang tidak akrab. Aku hanya memberikan senyuman. Setelah sampai aku pun berpisah dengannya. Hari-hari di kos mulai aku lalui. Pagi kuliah, ketemu Alin ngerumpi sambil makan dan tak bosan-bosan. Saat malam aku buka-buka akun sosmed. Gak nyangka ada yang ngechat. Maklum, orang jomblo ada yang ngechat agak seneng. Setelah aku buka.. jeng-jeng... dari orang yang ketemu di kereta. Mulailah dari situ kami ngobrol dan tukeran nomor hp. 

Awal kedekatan kami smsan, telponan. Tak lupa aku ceritakan pada Alin soal itu. belum lama kedekatan itu aku jalan dan.. akhirnya jadian. Senangnya punya pacar baru, ada yang perhatian lebih. Dari situ aku sering diantar jemput kuliah meskipun gak setiap hari. Awal pacaran aku masih sering bersama Alin. Namun, lama-kelamaan aku sering menghabiskan waktu dengan pacar baruku. Kemana-mana selalu sama dia. Makan, main, ke toko buku, belanja hampir setiap hari bersama kecuali pas tidur dan mandi kami tidak bersama. Hal-hal itu membuat persahabatanku dengan Alin renggang. 

Sempat Alin  mengatakan kesahnya karena aku tidak ada waktu bersamanya lagi. Tapi aku tak begitu menghiraukan, aku hanya menjelaskan kalau pacar sedang butuh aku makanya sering bersama pacar dibanding Alin. Tanpa ku sadari Alin juga tengah bersedih, tapi kesanku hanya biasa saja. Tidak terlalu menanggapi. Sampai akhirnya dia sedikit menjauh.  Aku pun tak merasa dan tak peduli, sampai akhirnya aku dan pacarku bertengkar hebat. Permasalahan yang begitu rumit membuat kami puuutuuuss. 

Kesedihan merundungku setiap hari. Makan tak enak, tidur tak nyenyak. Hari-hariku duka. Sampai akhirnya aku mulai mencari-cari sahabatku. Dia sedikit masam melihatku datang dengan sebuah masalah, meskipunaku tahu dia sebenarnya tak rela melihatku bersedih. 

Dukaku semakin mendalam jikalau aku kehilangan sahabat. Di atas tempat tidur hari-hariku lewati tanpa kekasih hati dan sahabat. Kucoba meminta maaf pada Alin. Baik via telpon dan langsung, tapi tak kunjung dia memafkan. Sampai akhirnya aku putus asa, tak makan, tak kuliah. Siang bolong aku tidur, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Aku buka dan kejutan, Alin datang. Tanpa menunggu lama aku memeluknya erat sambil ku katakan maaf. Hujan air mata hari itu. kami pun akur saat itu, Alin pun menjadi malaikat yang dikirim tuhan penghibur lara dan penyembuh luka. Dari situ aku menyesal dan tak akan lagi meninggalkan sahabat hanya untuk pacar. Karena sahabat tidak akan meninggalkan, tetapi pacar akan meninggalkan pacar demi pacar lain. 


***
Unsur Intrinsik:


A. Judul: Cinta Teman Terbaik

B. Tema: persahabatan

C. Alur: maju

D. Sudut pandang: tokoh utama pelaku utama, menggunakan kata “aku”

E. Deskripsi Tokoh dan penokohan: 
  1. Alin berparas manis, bertubuh tinggi dan kulitnya sawo matang: baik, pemaaf, 
  2. Siska: baik namun pernah salah langkah karena sempat melupakan sahabat hanya karena orang baru.

F. Latar : 
  1. Waktu: pagi dan siang hari.
  2. Tempat: kost, kampus, stasion, dalam kereta.

G. Amanat : kalau punya teman baru, teman lama jangan dilupakan.

Unsur ekstrinsik:
A. Nilai sosial: saling memberi perhatian di saat sakit
B. Nilai pendidikan: semangat belajar di kampus yang baru
C. Nilai budaya: memberi kejutan saat  ulang tahun
D. Nilai keagamaan: sholat bersama dan saling mengingatkan di saat lalai sholat

III

Pada suatu hari hiduplah dua orang sahabat mereka bernama shelly dan yenni. Mereka bersahabat selama 3 tahun lamanya. Shelly dan yenni saling menyayangi bahkan banyak orang-orang yang menyangka bahwa mereka saudara kandung. Setiap pagi sebelum berangkat kesekolah shelly selalu pergi kerumah Yenni untuk bersama berangkat ke sekolah.

Pada siang harinya sesuai dengan rencana yang mereka telah sepakati sebelumnya, merka akan pergi ke swalayan yang tidak berada jauh dari sekolah mereka. Mereka pergi ke swalayan untuk membeli sebuah kado  dan kue yang akan mereka belikan untuk nenek shelly. Nenek Shelly adalah orang yang baik. Ia selalu baik dan ramah kepada Yenni walaupun Yenni bukan cucu dari sang Nenek. Bukan hanya itu Nenek shelly juga terkadang memberikan nasihat dan  uang saku Cuma-Cuma  kepada mereka.

Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore tetapi belum juga ada kabar yang pasti dari Yenni. Sembari menunggu kedatangan Yenni , Shelly membaca novel yang sebelumnya di beli di Toko Buku langganan mereka bersama Yenni. Membaca novel adalah hobi yang dimiliki shelly, berbeda dengan Yenni yang lebih memilih untuk bermain basket. Meskipun hobi mreka yang berbeda  tetapi mereka tetap dapat bersama. Bila ada latihan basket di sekolah maka shelly selalu setia menunggu Yenni sembari mengerjakan tugas atau sekedar untuk melanjutkan membaca novel. 

“Aduh Yenni kemana ya?, Tanya shelly dalam hati” Shelly yang merasa panik terhadap Yenni karena sudah 3 jam setelah dirinya menunggu tidak ada kabar yang pasti dari Yenni.  “ Shelly “ Teriak seorang remaja yang berada tidak jauh dari keberadaannya. “ maaf, tadi aku harus membersihkan lapangan sebelum pulang, karena aku lupa mengerjakan tugas Matematika “ Jawab Yenni. Dengan wajah kesal sekaligus kasihan setelah mendengarkan alasan yang diberikan Yenni akhirnya Shelly memutuskan untuk pergi ke Swalayan. “ kan aku udah pernah bilang, kalo ada tugas itu langsung dikerjain malemnya “ Shelly member nasihat kepada Yenni dengan sedikit marah. 

Setelah sampai di tempat yang mereka tuju yaitu swalayan, mereka langsung segera membeli kue dan memilih kira-kira kado yang mana yang pantas untuk Nenek Shelly. Shelly dan Yenni memutuskan untuk membeli baju sebagai hadiah yang akan mereka belikan kepada Nenek. Baju berwarna kuning yang cocok dengan kuli Nenek yang berwarna cukup cerah membuat mereka merasa itulah hadiah yang pas dan cocok untuk mereka berikan kepada Nenek. Bagi Yenni, Nenek Shelly adalah neneknya juga karena, Nenek Shelly juga selalu menyamakan kasih sayang yang ia berikan kepada Shelly dan Yenni. Maka dari itu, Yenni selalu menyayangi semua keluarga Shelly. Bagi Yenni mengeluarkan uang itu tak masalah asalkan Nenek atau keluarga Shelly yang lain bahagia. Setelah selesai membelanjakan kebutuhan apa saja yang mereka inginkan, mereka memutuskan untuk pulang karena mereka sudah ditunggu di Rumah Nenek oleh keluarga Shelly. Maka dari itu, mereka memutuskan untuk cepat-cepat pulang.

Sesampainya di Rumah, mereka segera disambut oleh keluarga Shelly. Keluarga Shelly sudah mengganggap Yenni sebagai keluarga. Kebersamaan yang tidak bisa di dapatkan di dalam keluarga Yenni dapat Ia dapatkan di saat bersama dengan keluarga Shelly. Selain itu baik keluarga Shelly juga selalu memperhatikan Yenni.

Yenni hanya tinggal berdua dengan ayahnya selain itu, ayah Yenni  sering pergi meninggalkan Yenni untuk mencari uang berdagang di luar kota. Dengan kata lain, Yenni selalu merasa kesepian  bahkan kadang enggan untuk pulang kerumah. Ibu Yenni telah lama bercerai dengan Ayahnya kurang lebih semenjak Yenni berumur 11 tahun. Semenjak Ayah dan Ibunya bercerai Yenni tidak pernah bertemu Ibunya. Ia tidak pernah merasakan perhatian dari seorang Ibu semenjak kedua orang tuanya telah resmi bercerai. Oleh karena hal itu, Shelly selalu berada di dekat Yenni karena ia tidak ingin sahabatnya merasa kesepian karena baginya persahabatan itu bukan hanya dapat dikatakan dimulut saja tetapi dibuktikan dengan nyata.

Analisis Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik

1. Unsur Instrinsik

a. Tokoh
 -Shelly
 -Yenni
 -Nenek

b. Penokohan
 -Shelly : Baik, Rajin, Pintar
 -Yenni : Baik, Malas
 -Nenek: Baik

c. Latar
 - Sekolah
 - Swalayan
 - Rumah Nenek

d. Sudut Pandang
Dalam penulisan cerpen ini penulis menuliskan cerpen dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga karena dalam penulisan cerpen menceritakan kisah orang lain.

e. Tema
Persahabatan

f. Amanat
Amanat yang di sampaikan dari cerpen di atas adalah kita harus menyayangi orang lain walaupun kita tidak ada berhubungan darah dan saling mengerti satu sama lain.


2. Unsur Ekstrinsik

Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang yang dituliskan dari cerpen diatas yang telah disampaikan penulis adalah adanya kasih sayang dari lingkungan sekitar yang membuat menguatnya persahabatan yang diceritakan oleh penulis.  

Nilai-nilai yang terkandung dalam Cerpen

a. Nilai Budaya
Nilai Budaya yang dapat kita pelajari dari cerpen diatas adalah kuatnya persahabatan yang masih terjalin diantara mereka walaupun perbedaan sifat yang mereka miliki.

b. Nilai Moral
Nilai Moral yang dapat kita ambil dari cerpen diatas adalah kita harus senantiasa meminta maaf apabila terdapat kesalahan baik itu kepada sahabat terdekat sekalipun.






                                                                                                 

Sinopsis, Unsur Instrinsik Novel Siti Nurbaya

Sinopsis

Novel berjudul Siti Nurbaya karya … ini mengisahkan tentang sepasang sejolo yang bernama Siti Nurbaya dan Samsul Bahri. Hubungan cinta antara keduanya baik-baik saja seperti hubungan pasangan pada umumnya, hal tersebut berlangsung sebelum Samsulbahri meninggalkan kota Padang demi pendidikannya.
Disamping itu hal yang terjadi terhadap Baginda Sulaiman yang merupakan ayahanda Siti Nurbaya sedang dalam keadaan tidak menguntungkan. Semua harta kekayaan Baginda Sulaiman habis terbakar. Kejadian ini merupakan makar dari seorang laki-laki jahat yang bernama Datuk Maringgih. Tentu saja makar yang dibuat oleh Datuk Maringgih tidak diketahui oleh Baginda Sulaiman.
Baginda Sulaiman saat ini sedang jatuh dan menjadi miskin. Ia tidak menyadari bahwa toko dan semua harta miliknya habis dibakar oleh orang yang merupakan suruhan Datuk Maringgih. Baginda Sulaiman bermaksud untuk meminjam uang kepada Datuk Maringgih untuk memulai kembali bisnisnya, tentu saja tanpa adanya kecurigaan sama sekali terhadap Datuk Maringgih. Datuk Maringgih bersedia meminjami Baginda Sulaiman uang, namun dengan persyaratan bahwa Baginda Sulaiman harus mengembalikan uang yang telah dipinjamnya selama jangka waktu3 bulan. Baginda Sulaiman pun menyanggupi.
Tiga bulan berlalu dan tibalah saat yang telah disepakati bahwa Baginda Sulaiman harus membayar hutangnya terhadap Datuk Maringgih setelah jangka waktu 3 bulan. Namun janji tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Baginda Sulaiman, ia tidak dapat melunasi hutangnya terhadap Datuk Maringgih. Tentu saja datuk Maringgih tidak menerima alasan apapun kecuali Baginda Sulaiman harus membayar hutangnya. Datuk Maringgih mengancam akan memenjarakan Baginda Sulaiman apabila ia tidak membayar hutang, namun ancaman itu bisa ia cabut apabila Baginda Sulaiman bersedia untuk menikahkan Datuk Maringgih dengan putrinya Siti Nurbaya.
Baginda Sulaiman dengan terpaksa menyetujui permintaan Datuk Maringgih. Ia pasrah dengan keadaan karena ketidakmampuannya untuk membayar hutang-hutangnya. Siti Nurbaya pun dengan berat hati bersedia dinikahkan dengan Datuk Maringgih asalkan Ayahnya tidak dipenjarakan olehnya. Keputusan ini diambil dengan berat hati oleh Siti Nurbaya maupun ayahnya. Pernikahan Siti Nurbaya dengan Datuk Maringgih menjadi awal buruk bagi penderitaan Siti Nurbaya dan Samsulbahri.
1) Tema
Novel Siti Nurbaya memiliki tema bertajuk kisah cinta yang memilukan antara Siti Nurbaya dengan samsul Bahri

2) Penokohan

– Siti Nurbaya             : Berwatak baik hati serta rela berkorban demi orang tuanya.
– Samsul Bahri            : baik hati, rela berkorban, dan bijaksana.
– Baginda Sulaiman    : Cenderung menyerah pada kenyataan dan kurang bijaksana.
– Sultan Mahmud       : Tidak Bijaksana, tidak berpikir panjang, dan ceroboh dalam
                                      memutuskan sesuatu.
– Datuk Maringgih       : berwatak jahat, serakah, dan culas.

3) Sudut Pandang

Novel Siti Nurbaya ini menggunakan sudut pandang orang ketiga. Penulis memposisikan dirinya pada posisi pencerita yang mengetahui banyak hal tentang isi cerita dalam novel. Sudut pandang orang ketiga ditunjukkan dengan adanya penggunaan kata ganti orang ketiga yakni “Dia” atau penyebutan nama orang di dalamnya.

4) Alur

– Eksposisi:
Kepergian Samsulbahri ke Jakarta dalam rangka menuntut ilmu sehingga mau tidak mau harus meninggalkan Siti Nurbaya.
– Konflik
a. Pembakaran toko milik Baginda Sulaiman yang berujung pada perjodohan antara Datuk Maringgih dengan Siti Nurbaya.
b. Samsulbahri mengetahui perihal perjodohan kekasihnya Siti Nurbaya dengan Datuk Maringgih.
– Klimaks
Samsul Bahri berseteru dengan Datuk Maringgih hingga akhirnya mereka saling membunuh.
– Penyelesaian
Samsul Bahri akhirnya meninggal dan dikuburkan berdampingan dengan makam Siti Nurbaya.

5) Amanat

– Pengorbanan terhadap hal yang penting terkadang dianggap perlu untuk demi sesuatu hal yang jauh lebih penting
– Bijaksana dalam mengambil keputusan, terlebih pada sesuatu hal yang sangat riskan.
– Jangan berurusan dengan Lintah Darat, karena lebih banyak kerugian yang akan ditimbulkannya dari pada manfaatnya.

6) Latar

a. Latar Tempat :
– Di Kota Padang
– Stovia, tempat Samsulbahri menuntut ilmu.
b. Latar Waktu
Suasana pada saat itu sedang terjadi pergolakan di kota Padang.
c. Latar Sosial
Penggunaan unsur-unsur adat istiadat Melayu dalam isi cerita novel yang terasa begitu kental.

7) Gaya Bahasa

Bahasa tulis yang digunakan oleh pengarang dalam novel Siti Nurbaya lebih banyak menggunakan gaya bahasa etnis Melayu


Minggu, 29 Januari 2017

Makalah Teologis auguste Comte

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) didalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam ketahuan aktif.
Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa pengetahuan dalam arti luas berarti semua kehadiran internasional objek dalam subjek. Namun dalam arti sempit dan berbeda dengan imajinasi atau pemikiran belaka, pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti (kepastian, kebenaran). Disini subjek sadar akan hubungan objek dengan eksistensi. Pada umumnya, adalah tepat kalau mengatakan pengetahuan hanya merupakan pengalaman “sadar”. Karena sangat sulit melihat bagaimana persisnya suatu pribadi dapat sadar akan suatu eksistensi tanpa kehadiran eksistensi itu di dalam dirinya.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan diantaranya metode positifisme yang dikeluarkan oleh August Comte yang akan dibahas dalam makalah ini.  

B.     Rumusan Masalah
1.      Biografi August Comte
2.      Teori positifisme August Comte.
3.      Penggolongan ilmu pengetahuan menurut August Comte.
4.      Perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam beberapa tahap.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi August Comte
Nama lengkap Auguste Comte (1798-1857) adalah Isidore Auguste Marie Francois Xavier. Beliau adalah filsuf dan ilmuwan sosial terkemuka yang sangat berjasa dalam perkembangan ilmu kemasyarakatan atau sosiologi. Comte lahir di kota Montpellier di Perancis selatan dari keluarga kelas menengah konservatif. Comte menerima didikan ilmiah yang baik di Ecole Polythecnique di Paris, sebuah pusat pendidikan berhaluan liberal.
Comte mencetuskan suatu  sistem ilmiah yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan baru, yaitu sosiologi. Pandangan Comte atas sosiologi sangat pragmatis. Ia berpendapat bahwa sesungguhnya analisis untuk membedakan "statika" dan "dinamika" sosial , serta analisa masyarakat sebagai suatu sistem yang saling tergantung haruslah didasarkan pada konsensus. Paradigma Fungsionalis dan paradigma ilmiah alamiah yang dirumuskan oleh Comte tetap memberi warna menonjol dalam sosiologi saat ini.
Auguste Comte dengan bukunya "Course de Philosophie Positive" menerangkan bahwa pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat harus melalui urutan-urutan tertentu yang kemudian akan sampai pada tahap akhir yaitu tahap ilmiah.
Auguste Comte disebut sebagai Bapak Sosiologi karena dialah yang pertama kali memakai istilah sosiologi dan mengkaji sosiologi secara sistematis, sehingga ilmu tersebut melepaskan diri dari filsafat dan berdiri sendiri sejak pertengahan abad ke-19 (1856).
B.     Teori Positivisme August Comte  
Pendiri dan sekaligus tokoh terpenting dari aliran filsafat positivism adalah Auguste Comte (1798-1857). Filsafat Comte anti-metafisis, ia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif-ilmiah, dan menjauhkan diri dari semua pertanyaan yang mengatasi bidang ilmu-ilmu positif. Semboyan Comte yang terkenal adalah savoir pour privoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak), artinya manusia harus menyelidi gejala-gejala dan hubungan-hubungan antara gejala-gejala ini supaya ia dapat meramalkan apa yang akan terjadi. Semenjak Hegel dank arena Hegel muncul “mode” di kalangan para filsuf untuk “meramalkan” perkembangan dunia sebagaimana dikembangkan oleh Auguste Comte, Karl Marx, Emille Dukheim, Talcot Parson, Amitai Etzioni van Peursen, Alvin Toffler, John Naisbitt dan lain-lain.
Filsafat positivsme Comte disebut juga faham empirisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Bagi Comte pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara “terisolasi”, dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori. Metode positif Auguste Comte juga menekankan pandangannya pada hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain. Baginya persoalan filsafat yang penting bukan masalah hakikat atau asal mula pertama dan tujuan akhir gejala-gejala, melainkan bagaimana hubungan antara gejala yang satu dengan gejala yang lain.
Filsafat Auguste Comte terutama penting sebagai pencipta ilmu sosiologi. Kebanyakan konsep, prinsip dan metode yang sekarang dipakai dalam sosiologi berasal dari Comte. Comte membagi masyarakat atas “statika sosial” dan “dinamika sosial”. Statika social adalah teori tentang susunan masyarakat, sedangkan dinamika social adalah teori tentang perkembangan dan kemajuan. Sosiologi ini sekaligus suatu “filsafat sejarah”, karena Comte memberikan tempat kepada fakta-fakta individual sejarah dalam suatu teori umum, sehingga terjadi sintesis yang menerangkan fakta-fakta itu. Fakta-fakta itu dapat bersifat politik, yuridis, ilmiah, tetapi juga falsafi, religious, atau kultural.
August Comte berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera dapat dikoreksi lewat eksperimen dan eksperimen itu sendiri memerlukan ukuran-ukuran yang jelas seperti panas diukur dengan derajat panas jauh diukur dengan meteran dan lain-lain. Kita juga cukup mengatakan api panas atau matahari panas, kita juga cukup mengatakan panas sekali, panas, dan tidak panas. Kita memerlukan ukuran yang teliti. Dari sinilah kemajuan sains benar-benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dengan didukung bukti-bukti empiris yang terukur.
C.    Penggolongan Ilmu Menurut August Comte
1.      Ilmu pasti (matematika)
Ilmu pasti merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan, karena sifatnya yang tetap, abstrak dan pasti. Dengan metode-metode yang dipergunakan melalui ilmu pasti, kita akan memperoleh pengetahuan tentang sesuatu yang sebenarnya, yaitu hukum ilmu pengetahuan tingkat “kesederhanaan dan ketetapan” yang tertinggi, sebagaimana abstraksi yang dapat dilakukan akal manusia.
2.      Ilmu perbintangan (astronomi)
Dengan didasari rumus-rumus ilmu pasti, maka ilmu perbintangan dapat menyusun hukum-hukum yang bersangkutan dengan gejala-gejala benda langit. Ilmu perbintangan menerangkan bagaimana bentuk, ukuran, kedudukan, serta gerak benda langit seperti bintang, bumi, matahari, atau planet-planet lainnya.
3.      Ilmu alam (fisika)
Ilmu alam merupakan ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu perbintangan, maka pengetahuan mengenai benda-benda langit merupakan dasar bagi pemahaman gejala-gejala organik. Gejala-gejala dalam ilmu alam lebih kompleks, yang tidak ada dapat difahami tanpa terlebih dahulu memahami hukum-hukum astronomi. Melalui gejala-gejala fisika dan hukum  fisika, maka akan dapat diramalkan dengan cepat semua gejala yang ditunjukkan oleh suatu benda, yang berada pada suatu tatanan atau keadaan tertentu.
4.      Ilmu kimia (chemistry)
Gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih kompleks daripada ilmu alam, dan ilmu kimia mempunyai kaitan dengan ilmu hayat (biologi) bahkan juga dengan sosiologi. Pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia ini tidak hanya melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).
5.      Ilmu hayat (fisiologi atau biologi)
Ilmu hayat (biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan dengan gejala-gejala kehidupan. Gejala-gejala dalam ilmu hayat ini mengalami perubahan yang cepat dan perkembangannya belum sampai pada tahap positif. Ini berbeda dengan ilmu-ilmu sebelumnya seperti ilmu pasti, ilmu perbintangan, ilmu alam, dan ilmu kimia yang telah berada pada tahap positif. Karena sifatnya yang kompleks, maka cara pendekatannya membutuhkan alat yang lebih lengkap.
6.      Fisika sosial (sosiologi)
Fisika sosial (sosiologi) merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan. Fisika social sebagai ilmu berhadapan dengan gejala-gejala yang paling kompleks, paling konkret dan khusus, yaitu gejala yang berkaitan dengan kehidupan umat manusia dalam berkelompok.
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Auguste Comte secara garis besar dapat dikemas sebagai berikut:

A. ILMU PENGETA-HUAN (yang positif)
Logika (Matematika Murni)
Ilmu Pengetahuan Empiris
Astronomi
Fisika
Kimia
Biologi
Sosiologi
B. FILSAFAT
Metafisika
Pada umumnya
Filsafat Ilmu Pengetahuan
Pada khususnya
D.    Perkembangan ilmu berlangsung melalui beberapa tahap
1.      Teologis :  -> fantatisme ( primitive)
è Politeisme
è Monotheisme
2.      Metafisis
3.      Positivisme berdasarkan dengan fakta-fakta, continuity, kepastian dan kehati-hatian (kecermatan).
Auguste Comte & Hukum Tiga Tahap

Di antara karya-karyanya Auguste Comte, Cours de Philosphie Possitivedapat dikatakan sebagai masterpiece-nya, karena karya itulah  yang paling pokok dan sistematis. Buku ini dapat juga dikatakan sebagai representasi bentangan aktualisasi dari yang di dalamnya Comte menulis tentang tiga tahapan perkembangan manusia.
Menurut Comte, perkembangan manusia berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, tahap teologis, kedua, tahap metafisik, ketiga, tahap positif.
1.      Tahap Teologis
Pada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk selain insani.
Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap. Pertama, tahap yang paling bersahaja atau primitif, dimana orang menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme). Kedua, tahap ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu, dimana seluruhnya diturunkan dari suatu kekuatan adikodrati yang melatarbelakanginya sedemikian rupa hingga tiap tahapan gejala-gejala memiliki dewa sendiri-sendiri (polytheisme).Gejala-gejala “suci” dapat disebut “dewa-dewa”, dan “dewa-dewa” ini dapat diatur dalam suatu sistem, sehingga menjadi politeisme dengan spesialisasi. Ada dewa api, dewa lautan, dewa angin, dan seterusnya.Ketiga, adalah tahapan tertinggi, dimana pada tahap ini orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi (esa), yaitu dalam monotheisme.
Singkatnya, pada tahap ini manusia mengarahkan pandangannya kepada hakekat yang batiniah (sebab pertama). Di sini, manusia percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak. Artinya, di balik setiap kejadian tersirat adanya maksud tertentu.
2.      Tahap Metafisik
Tahap ini bisa juga disebut sebagai tahap transisi dari pemikiran Comte. Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan varian dari cara berpikir teologis, karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut dengan alam. Terjemahan metafisis dari monoteisme itu misalnya terdapat dalam pendapat bahwa semua kekuatan kosmis dapat disimpulkan dalam konsep “alam”, sebagai asal mula semua gejala.
  1. Tahap Positif
Pada tahap positif, orang tahu bahwa tiada gunanya lagi untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis maupun metafisik. Ia tidak lagi mau mencari asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakekat yang sejati dari “segala sesuatu” yang berada di belakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya, yaitu dengan “pengamatan” dan dengan “memakai akalnya”. Pada tahap ini pengertian “menerangkan” berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta yang umum.
Bagi comte, ketiga tahapan tersebut tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi di bidang ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, comte menerangkan bahwa segala ilmu pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikacaukan dengan pemikiran metafisis dan akhirnya dipengaruhi hukum positif. Jelasnya, ketiga tahapan perkembangan umat manusia itu tidak saja berlaku bagi suatu bangsa atau suku tertentu, akan tetapi juga individu dan ilmu pengetahuan.
Meskipun seluruh ilmu pengetahuan tersebut dalam perkembangannya melalui ketiga macam tahapan tersebut, namun bukan berarti dalam waktu yang bersamaan. Hal demikian dikarenakan segalanya tergantung pada kompleksitas susunan suatu bidang ilmu pengetahuan. Semakin kompleks susunan suatu bidang ilmu pengetahuan tertentu, maka semakin lambat mencapai tahap ketiga.
Lebih jauh Comte berpendapat bahwa pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Di sini, ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat positif apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan kongrit. Dengan demikian, maka ada kemungkinan untuk memberikan penilaian terhadap berbagai cabang ilmu pengetahuan dengan jalan mengukur isinya yang positif, serta sampai sejauh mana ilmu pengetahuan tersebut dapat mengungkapkan kebenaran yang positif. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.
Demikianlah pandangan Auguste Comte tentang hukum tiga tahapnya, yang pada intinya menyatakan bahwa pemikiran tiap manusia, tiap ilmu dan suku bangsa melalui 3 tahap, yaitu teologis, metafisis dan positif ilmiah.  Dalam hal ini Auguste Comte memberikan analog; manusia muda atau suku-suku primitif pada tahap teologis sehingga dibutuhkan figur dewa-dewa untuk “menerangkan” kenyataan.  Meningkat remaja dan mulai dewasa dipakai prinsip-prinsip abstrak dan metafisis.  Pada tahap dewasa dan matang digunakan metode-metode positif dan ilmiah.

Positivisme Auguste Comte

Filsafat positivisme merupakan salah satu aliran filsafat modern yang lahir pada abad ke-19. Dasar-dasar filsafat ini dibangun oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte. Adapun yang menjadi  tititk tolak dari pemikiran positivis ini adalah, apa yang telah diketahui adalah yang faktual dan positif, sehingga metafisika ditolaknya. Di sini, yang dimaksud dengan “positif” adalah segala gejala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, fakta-fakta tersebut diatur sedemikian rupa agar dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.
Sebenarnya, tokoh-tokoh aliran ini sangat banyak. Namun begitu, Auguste Comte dapat dikatakan merupakan tokoh terpenting dari aliran filsafat Positivisme.  Menurut Comte, dan juga para penganut aliran positivisme,  ilmu pengetahuan tidak boleh melebihi fakta-fakta karena positivisme menolak metafisisme. Bagi Comte, menanyakan hakekat benda-benda atau penyebab yang sebenarnya tidaklah mempunyai arti apapun. Oleh karenanya, ilmu pengetahuan dan juga filsafat hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Dengan demikian, kaum positivis membatasi dunia pada hal-hal yang bisa dilihat, diukur, dianalisa dan yang dapat dibuktikan kebenarannya.
Dengan model pemikiran seperti ini, kemudian Auguste Comte mencoba mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.
Selanjutnya, karena agama (Tuhan) tidak bisa dilihat, diukur dan dianalisa serta dibuktikan, maka agama tidak mempunyai arti dan faedah. Comte berpendapat bahwa suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan itu sesuai dengan fakta. Sebaliknya, sebuah pernyataan akan dianggap salah apabila tidak sesuai dengan data empiris. Contoh misalnya pernyataan bahwa api tidak membakar. Model pemikiran ini dalam epistemologi disebut dengan teori Korespondensi.
Keberadaan (existence) sebagai masalah sentral bagi perolehan pengetahuan, mendapat bentuk khusus bagi Positivisme Comte, yakni sebagai suatu yang jelas dan pasti sesuai dengan makna yang terkandung di dalam kata "positif". Kata nyata (riil) dalam kaitannya dengan positif bagi suatu objek pengetahuan, menunjuk kepada hal yang dapat dijangkau atau tidak dapat dijangkau oleh akal. Adapun yang dapat dijangkau oleh akal dapat dijadikan sebagai objek ilmiah, sedangkan sebaliknya yang tidak dapat dijangkau oleh akal, maka tidak dapat dijadikan sebagai objek ilmiah. Kebenaran bagi Positivisme Comte selalu bersifat riil dan pragmatik artinya nyata dan dikaitkan dengan kemanfaatan, dan nantinya berujung kepada penataan atau penertiban. Oleh karenanya, selanjutnya Comte beranggapan bahwa pengetahuan yang demikian itu tidak bersumber dari otoritas misalnya bersumber dari kitab suci, atau penalaran metafisik (sumber tidak langsung), melainkan bersumber dari pengetahuan langsung terhadap suatu objek secara indrawi.
Dari model pemikiran tersebut, akhirnya Comte menganggap bahwa garis demarkasi antara sesuatu yang ilmiah dan tidak ilmiah (pseudo science) adalah veriviable, dimana Comte untuk mengklarifikasi suatu pernyataan itu bermakna atau tidak (meaningful dan meaningless), ia melakukan verifikasi terhadap suatu gejala dengan gejala-gejala yang lain untuk sampai kepada kebenaran yang dimaksud. Dan sebagai konsekwensinya, Comte menggunakan metode ilmiah Induktif-Verivikatif, yakni sebuah metode menarik kesimpulan dari sesuatu yang bersifat khusus ke umum, kemudian melakukan verifikasi. Selanjutnya Comte juga menggunakan pola operasional metodologis dalam bentuk observasi, eksperimentasi, komparasi, dan generalisasi-induktif
Singkatnya, filsafat Comte  merupakan filsafat yang anti-metafisis, dimana dia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif-ilmiah, dan menjauhkan diri dari semua pertanyaan yang mengatasi bidang ilmu-ilmu positif. Semboyan Comte yang terkenal adalah savoir pour prevoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak), artinya manusia harus menyelidiki gejala-gejala dan hubungan-hubungan antara gejala-gejala, agar supaya dia dapat meramalkan apa yang akan terjadi.
Filsafat positivisme Comte juga disebut sebagai faham empirisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Bagi Comte pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara “terisolasi”, dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori.
Dengan demikian positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subjek diluar fakta, menolak segala penggunaan metoda di luar yang digunakan untuk menelaah fakta. Atas kesuksesan teknologi industri abad XVIII, positivisme mengembangkan pemikiran tentang ilmu pengetahuan universal bagi kehidupan manusia, sehingga berkembang etika, politik, dan lain-lain sebagai disiplin ilmu, yang tentu saja positivistik. Positivisme mengakui eksistensi dan menolak esensi. Ia menolak setiap definisi yang tidak bisa digapai oleh pengetahuan manusia. Bahkan ia juga menolak nilai (value).
Apabila dikaitkan dengan ilmu sosial budaya, positivisme Auguste Comte  berpendapat bahwa (a) gejala sosial budaya merupakan bagian dari gejala alami, (b) ilmu sosial budaya juga harus dapat merumuskan hukum-hukum atau generalisasi-generalisasi yang mirip dalil hukum alam, (c) berbagai prosedur serta metode penelitian dan analisis yang ada dan telah berkembang dalam ilmu-ilmu alam dapat dan perlu diterapkan dalam ilmu-ilmu sosial budaya.
Sebagai akibat dari pandangan tersebut, maka ilmu sosial budaya menjadi bersifat predictive dan explanatory sebagaimana halnya dengan ilmu alam dan ilmu pasti. Generalisasi-generalisasi tersebut merangkum keseluruhan fakta yang ada namun sering kali menegasikan adanya “contra-mainstream”. Manusia, masyarakat, dan kebudayaan dijelaskan secara matematis dan fisis.
Demikianlah beberapa pemikiran Auguste Comte tentang tiga tahapan perkembangan manusia dan juga bagaimana positivisme Auguste Comte memandang sumber ilmu pengetahuan.
Kritik Pemikiran
Positivisme Auguste Comte mengemukakan tiga tahap perkembangan peradaban dan pemikiran manusia ke dalam tahap teologis, metafisik, dan positivistik. Pada tahap teologis pemikiran manusia dikuasai oleh dogma agama, pada tahap metafisik pemikiran manusia dikuasai oleh filsafat, sedangkan pada tahap positivistik manusia sudah dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tahap ketiga itulah aspek humaniora dikerdilkan ke dalam pemahaman positivistik yang bercorak eksak, terukur, dan berguna. Ilmu-ilmu humaniora baru dapat dikatakan sejajar dengan ilmu-ilmu eksak manakala menerapkan metode positivistik. Di sini mulai terjadi metodolatri, pendewaan terhadap aspek metodologis.
Selain itu, model filsafat positivisme-nya Auguste Comte tampak begitu mengagungkan akal dan panca indera manusia sebagai tolok ukur “kebenaran”. Sebenarnya “kebenaran” sebagai masalah pokok pengetahuan manusia adalah bukan sepebuhnya milik manusia. Akan tetapi hanya merupakan kewajiban manusia untuk berusaha menghampiri dan mendekatinya dengan “cara tertentu”.
Kata cara tertentu merujuk pada pemikiran Karl Popper mengenai “kebenaran” dan sumber diperolehnya. Bagi Popper, ini merupakan tangkapan manusia terhadap objek melalui rasio (akal) dan pengalamannya, namun selalu bersifat tentatif. Artinya kebenaran selalu bersifat sementara yakni harus dihadapkan kepada suatu pengujian yang ketat dan gawat (crucial-test) dengan cara pengujian “trial and error” (proses penyisihan terhadap kesalahan atau kekeliruan) sehingga “kebenaran” se1alu dibuktikan melalui jalur konjektur dan refutasi dengan tetap konsisten berdiri di atas landasan pemikiran Rasionalisme-kritis dan Empirisme-kritis. Atau dengan meminjam dialektika-nya Hegel, sebuah “kebenaran” akan selalu mengalami proses tesis, sintesis, dan anti tesis, dan begitu seterusnya.
Pandangan mengenai “kebenaran” yang demikian itu bukan berarti mengisyaratkan bahwa Penulis tergolong penganut Relativisme, karena menurut hemat Penulis, Relativisme sama sekali tidak mengakui “kebenaran” sebagai milik dan tangkapan manusia terhadap suatu objek. Penulis berkeyakinan bahwa manusia mampu menangkap dan menyimpan “kebenaran” sebagaimana yang diinginkannya serta menggunakannya, namun bagi manusia, “kebenaran” selalu bersifat sementara karena harus selalu terbuka untuk dihadapkan dengan pengujian (falsifikasi). Dan bukanlah verifikasi seperti apa yang diyakini oleh Auguste Comte. Hal demikian karena suatu teori, hukum ilmiah atau hipotesis tidak dapat diteguhkan (diverifikasikan) secara positif, melainkan dapat disangkal (difalsifikasikan)
Jelasnya, untuk menentukan “kebenaran” itu bukan perlakuan verifikasimelainkan melalui proses falsifikasi dimana data-data yang telah diobservasi, dieksperimentasi, dikomparasi dan di generalisasi-induktif berhenti sampai di situ karena telah dianggap benar dan baku (positif), melainkan harus dihadapkan dengan pengujian baru




KESIMPULAN


A.    Biografi Comte Nama lengkap Auguste Comte (1798-1857) adalah Isidore Auguste Marie Francois Xavier. Beliau adalah filsuf dan ilmuwan sosial terkemuka yang sangat berjasa dalam perkembangan ilmu kemasyarakatan atau sosiologi. Dan menjadi bapak sosiologi.
B.     Pendiri dan sekaligus tokoh terpenting dari aliran filsafat positivism adalah Auguste Comte (1798-1857). Filsafat Comte anti-metafisis, ia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif-ilmiah, dan menjauhkan diri dari semua pertanyaan yang mengatasi bidang ilmu-ilmu positif. Semboyan Comte yang terkenal adalah savoir pour privoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak), artinya manusia harus menyelidi gejala-gejala dan hubungan-hubungan antara gejala-gejala ini supaya ia dapat meramalkan apa yang akan terjadi.
C.     Penggolongan ilmu menurut comte
o   Ilmu pasti (matematika)
o   Ilmu perbintangan (astronomi)
o   Ilmu alam (fisika)
o   Ilmu fisika (chemistry)
o   Ilmu hayat (biologi)
o   Ilmu sosial (sosiologi)
E.     Perkembangan ilmu berlangsung melalui beberapa tahap
1.      Teologis :  -> fantatisme ( primitive)
è Politeisme
è Monotheisme
2.      Metafisis
3.      Positivisme berdasarkan dengan fakta-fakta, continuity, kepastian dan kehati-hatian (kecermatan).



DAFTAR PUSTAKA


Mustansir , Rizal, Filsafat Ilmu (Yogyakarta:Belukar),2001
Bakhtiar,Amsal. Filsafat Ilmu (Jakarta: tt.)2004
Sumatri, Suila “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” (Jakarta, tt)
Sugiharto, Bambang “Post Modernisme Tentang Bagi Filsafat” (Jogjakarta: pustaka media), 2001
Saidi ,Anas “Metodologi Penelitian PPLK-LIPI