BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Setelah pemerintahan Khulafaurrasyidin berakhir, maka Bani
Umayyah muncul yang dibentuk oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Bani Umayyah diakui
secara resmi melanjutkan khilafah Islam setelah berakhirnya sengketa antara
Hasan bin Ali dengan Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai lambang penguasa Daulah
Umayyah. Dalam
sistem pemerintahan, Bani Umayyah telah
mengubah sistem suksesi kepemimpinan dengan jalan musyawarah menjadi monarkhi
atau sistem kerajaan yang diwariskan secara turun temurun. Hal ini dapat
dilihat dari sikap Muawiyah mengangkat anaknya sendiri Yazid, sehingga pada
umumnya sejarawan memandang negative terhadap Muawiyah karena pada awal
keberhasilan memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang di Shiffin
dicapai melalui arbitrase.
Kekuasaan
Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibukota Negara dipindahkan Muawiyah
dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gebernur sebelumya.
Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan
(661-680 M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik
(705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz(717-720 M) dan Hasyim ibn Abd al-Malik
(724-743 M).
Wilayah
Islam dimasa Bani Umayyah sangat luas, daerah ini meliputi Spanyol, Afrika
Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabiah, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis
di Asia Tengah.
Di
samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga berjasa dalam pembanguan
diberbagai bidang seperti bidang politik, sastra, ilmu pengetahuan, ekonomi dan
administrasi.
Luas
wilayah Islam dimasa Bani Umayyah memunculkan masalah-masalah baru, di samping
masalah yang ada sebelumnya. Kejayaan Bani Umayyah ternyata menyimpan
benih-benih perpecahan yang dalam sejarah mampu meruntuhkan kejayaan tersebut.
Dengan
melihat latar belakang di atas, penulis akan menjelaskan bagaimana perkembangan
Bani Umayyah serta kemundurannya yang membawa kehancuran pada dinasti tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberpa masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana perkembangan dan kemajuan dinasti Bani Umayyah ?
2. Mengapa dinasti Bani Umayyah mengalami kemunduran ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan
dan Kemajuan Dinasti Bani Umayyah
Kemajuan
utama yang terwujud dalam masa Dinasti Bani Umayyah antara lain adalah
terciptanya suasana yang kondusif dalam negara dan bersatunya kembali ummat
Islam. Hal tersebut tercapai dikarenakan Muawiyah (pada awal kepemimpinannya)
mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik.
Dinasti
Bani Umayyah berkuasa hampir satu abad, dengan 14 orang khalifah. Dimulai dari
Muawiyah bin abu Sofyan dan ditutup oleh Marwan ibn Muhammad. Adapun urutan
khalifah Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1. Muawiyah ibn Abi Sufyan (41H/661M)
2. Yazid bin Muawiyah (60 H/680 M)
3. Muawiyah II (64 H/683 M)
4. Marwan I ibn Hakam (64 H/684 M)
5. Abdul Malik ibn Marwan (65 H/685 M)
6. Al- Walid ibn Abdul Malik (86 H/705 M)
7. Sulayman ibn Abdul Malik (96 H/715 M)
8. Umar bin Abdul Azis (99 H/717 M)
9. Yazid II ibn Abdul Malik (101 H/720 M)
10. Hisyam ibn Abdul Malik (105 H/724 M)
11. Al- Walid II (125 H/743 M)
12. Yazid III (126 H/744 M)
13. Ibrahim ibn al- Walid II (126 H/744 M)
14. Marwan II ibn Muhammad (127-132 H/744-750 M).
Dalam
pemerintahannya, Bani Umayyah membawa dampak dalam perkembangannya, selain
ekspansi yang sangat luas juga diikuti oleh kemajuan-kemajuan di berbagai
bidang, di antaranya :
1. Bidang Sastra
Pada
umumnya, para pemimpinnya sangat mencintai syair dan pujaan serta kemegahan,
sehingga kesustraan berkembang pesat pada saat itu. Hal ini dapat terlihat
dalam beberapa aspek sebagai berikut:
a. Pertentangan Kabilah, yakni masing-masing kabilah merasa
megah dengan unsur sukunya sehingga muncullah para pujangga utama untuk membela
dan meninggikan kabilahnya.
b. Penghamburan uang, yakni para khalifah dan pembesarnya
memelihara para penyair khusus dengan gaji yang besar. Di samping member hadiah
yang berganda kepada para pujangga yang mau memuja dan membela rezimnya.
c. Fanatik Arab, yakni menghidupkan dan mengembangkan
nilai-nilai kesusastraan yang terdapat dalam bahasa Arab.
d. Gerakan Adab, yakni adanya hubungan antara oprang-orang
Muslim dengan bangsa-bangsa yang telah maju, sehingga bagi kaum muslimin giat menyusun dan membina
riwayat Arab, seni bahasa dan hikmah.
Pada
waktu pengangkatan Yazid sebagai khalifah, seorang penyair bernama Miskin
al-Darimi diminta untuk menggubah dan membacakan puisi di depan publik
bait-bait puisi yang bernuansa politik. Bahkan pada masa pemerintahan al-Walid,
seorang bernama Hammad mendapat hadiah sebesar 100 dirham karena Hammad ini
berhasil menghimpun Puisi Emas berlirik yang dikenal dengan Mu’allaqat.
Sekolah
puisi provinsi pada masa Umayyah dikepalai oleh al-Farazdaq(+ 640-728) dan Jarir
(w. 729), dan sekolah puisi di ibukota kerajaan dikepalai oleh al-Akhthal
(+640-710). Ketiganya merupakan yang terdepan di antara para penyair unggulan
sebelum mereka. Dengan puisi pujiannya, yang menjadi salah satu sumber
penghidupan bagi mereka, para penyair ini memiliki peran seperti media massa
dewasa ini.
2. Bidang Ilmu Pengetahuan
Pemerintahan
dinasti Bani Umayyah yang dibina atas dasar kekerasan dan mata pedang, serta
jiwanya yang sangat kental dengan kefilsafatan membuatnya sangat menghormati
para cendikiawan sebagai tempat mengadu. Bahkan mereka menyediakan dana khusus
untuk para ulama dan filosof. Penghormatan kepada ulama karena didorong oleh semangat keagamaan
mereka.
Pada
periode ini belum ada pendidikan formal. Putra-putra khalifah Bani Umayyah biasanya
akan di sekolahkan ke Badiyah, gurun Suriah. Ke sanalah Muawiyah mengirimkan
putranya yang kemudian menjadi penerusnya (Yazid).
Di
masa khalifah Umar bin Abd Aziz, para da’i Islam dikirim ke berbagai negara
seperti India, Turki, Asia Tengah, Afrika, Andalusia dan sebagainya dengan misi
utama agar mereka masuk Islam. Waktu itu, beliau memerintahkan semua warganya
untuk berbondong-bondong mempelajari hukum Islam di setiap bangunan terutama
masjid dalam rangka menyebarkan ilmu pengetahuan. Kemudian ia menyuruh golongan
cendikiawan muslim agar menerjemahkan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang
termaktub dalam kitab-kitab berbahasa Yunani dan Latin ke bahasa Arab , agar
ilmu-ilmu tersebut dapat dicerna oleh ummat Islam. Dan di masa Umar bin Abd
Aziz inilah beliau menginstruksikan untuk mentadwinkan kitab-kitab hadits.
Kota-kota
yang menjadi pusat kegiatan ilmu pada masa Bani Umayyah masih seperti zaman
Khulafaurrasyidin, yaitu Damaskus, Kuffah, Basrah, Mekkah, Madinah, Mesir dan ditambah
lagi dengan pusat-pusat baru seperti Kairawan, kordoba, Granada dan
lain-lainya. Ilmu pengetahuan pada masa itu terbagi menjadi dua yaitu;
a. Al-Adaabul Hadisah (ilmu-ilmu baru) yang
terdiri dari dua bagian, yaitu:
1). Al- Ulumul Islamiyah,
yaitu ilmu-ilmu al-Qur’an, al-Hadits, al-Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, at-Tarikh
dan al-Jughari.
2). Al-Ulumul Dakhiliyah,
yaitu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh kemajuan Islam, seperti Filsafat, ilmu
pasti dan ilmu-ilmu eksakta lainnya yang disalin dari bahasa Persia dan Romawi.
b. Al-Adaabul Qadimah (ilmu-ilmu lama), yaitu
ilmu-ilmu yang telah ada di zaman Jahiliyah dan di zaman khulafaurrasyidin,
seperti ilmu-ilmu lughah, syair, khitabah dan amsaal.
Adapun
tokoh-tokoh ilmu pengetahuan diantaranya Abu al-Aswad al-Du’ali (perintis tata
bahasa), al-Khalil ibn Ahmad (penyusun Kitab al-Ayn), Hasan al-Bashri, Ibn
Syihab al-Zuhri, Amir ibn Syarahil al-Sya’bi, Abu Hanifah, Abid ibn Syaryah dan
Wahb ibn Munabbih.
3. Bidang Ekonomi
Dalam
upaya membiayai roda pemerintahan, maka dibentuklah Bait al-Mal sebagai kas
perbendaharaan Negara. Semua hasil bumi dan pajak lainnya dimasukkan ke Bait al-Maltersebut
yang dikordinir oleh Diwan al-Kharaj. Hasil bumi yang digarap oleh masyarakat disetor 5% ke pemerintah,
sedangkan pajak untuk setiap transaksi disetor sebesar 10%. Khusus barang
dagangan yang nilainya kurang dari 200 dirham tidak dikenakan pajak.
Sumber
dana lain untuk pengisian Bait al-Mal adalah pajak kekayaan yang khusus ditujukan
kepada non Muslim yang daerahnya dikuasai oleh pemerintahan Islam. Dana-dana
tersebut digunakan untuk pembangunan pada sektor-sektor penting, yakni jalan
raya dan sumur-sumur di sepanjang jalan dan pembangunan pabrik-pabrik.
Pemerataan pembangunan bukan hanya pada suatu daerah, akan tetapi dilakukan
upaya-upaya distribusi ke daerahdaerah secara adil.
Kemudian
kebijakan yang strategis pada masa dinasti Bani Umayyah adalah adanya sistem
penyamaan keuangan. Hal ini terjadi pada masa khalifah Abdul Malik. Dia
mengubah mata uang asing Bizantium dan Persia yang diipakai di daerah-daerah
yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M
dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Mata uang tersebut terbuat dari emas
dan perak sebagai lambing kesamaan kerajaan ini dengan imperium yang ada
sebelumnya.
4. Bidang Administrasi
Administrasi
pemerintahan Bani Umayyah telah nampak pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi
Sufyan yang berpusat di Damaskus. Muawiyah dikenal dalam kepemimpinannya karena
dalam dirinya terkumpul sifat seorang politikus dan administrator.Di zaman ini
pertama dikenalkan materai resmi untuk mengirimkan memorandum yang berasal dari
Khalifah serta pertama kali menggunakan pos untuk mengumumkan kejadian-kejadian
penting dengan cepat.
Penambahan
administrasi pemerintahan besar-besaran terjadi pula pada masa Khalifah Abdul
Malik bin Marwan, dia melakukan pembenahan administrasi negara dengan
memerintahkan para pejabat negara menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi
dalam pemerintahan. Hal tersebut pertaama kali diterapkan di Syiria dan Irak,
kemudian di Mesir dan Persia.
Dalam
menjalankan pemerintahannya, Khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa
al-Kuttab yang meliputi:
a. Katib ar-Rasail yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan
pembesar-pembesar setempat.
b. Katib al-Kharraj yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran Negara.
c. Katib al-Jund yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
d. Katib asy-Syurthahk yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
e. Katib al- Qaadhi yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan tertib hakum melalui badan-badan peradilan dan hakim
setempat.
Demikianlah
kemajuan-kemajuan yang dicapai dinasti Bani Umayyah yang tentunya membawa
sebuah perubahan besar dalam perkembangan sejarah peradaban Islam. Hal ini
setidaknya tercermin pada masa Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abd
al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M), Umar ibn
Abd al-Aziz(717-720 M) dan Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743 M).
B. Kemunduran Dan Kehancuran Dinasti Bani Umayyah
Kekuasaan
wilayah Bani Umayyah yang sangat luas dalam waktu yang singkat tidak berbanding
lurus dengan komunikasi yang baik, menyebabkan kadang-kadang suatu wilayah
situasi keamanan dan kejadian-kejadian tidak segera diketahui oleh pusat. Di
samping itu kemunduran Bani Umayyah tidak terlepas dari pengaruh sikap dan
kebijakan khalifah ataupun gebernur Bani Umayyah.
Adapun
faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran Bani Umayyah dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitui:
1. Faktor Intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam istana,
antara lain:
a. Perselisihan antar keluarga khalifah.
Perselisiha
antar keluarga khalifah, yaitu para putra mahkota yang menjadikan rapuhnya
kekuatan kekhalifaan. Apabila yang pertama memegang kekuasaan, maka ia berusaha
untuk mengasingkan yang lain dan menggantikannya dengan anaknya sendiri. Hal
ini menimbulkan permusuhan dalam keluarga dan tidak hanya terbatas pada tingkat
khalifah dan gebernur saja. Menurut Philip K.Hitti, sistem pergantian khalifah
melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih
menekankan aspek senioritas, pergantian khalifah itu tidak jelas. Ketidak
jelasan pergantian ini mengakibatkan terjadinya persaingan yangb tidak sehat
dikalangan anggota keluarga istana
b. Moralitas Khalifah atau gebernur yang jauh dari konsep
Islam
Kekayaan
Bani Umayyah disalah gunakan oleh khalifah ataupun gebernur untuk hidup
berfoya-foya, bersuka ria dalam kemewahan, terutama pada masa Khalifah Yazid II
naik tahta. Ia terpikat pada dua biduanitanya, Sallamah dan Hababah serta suka
minum minuman keras yang berlebihan. Namun gelar peminum terhebat dipegang
anaknya, al-Walid II yang terkenal keras kepala dan suka berfoya-foya. Ia
diriwayatkan terbiasa berendam di kolam anggur, yang biasa ia minum airnya
hingga kedalamannya berkurang. Kemudian para wazir dan panglima Bani Umayyah sudah mulai
korup dan mengendaliakan negara karena para khalifah pada saat itu sangat
lemah.
2. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar
istana,antara lain: d. Pertentangan etnis Arab Utara dengan Arab Selatan.
a. Perlawanan dari Kaum Khawarij
Semenjak
berdirinya Dinasti Umayyah, para khalifahnya sering menghadapi tantangan dari
golongan Khawarij. Golongan ini memandang bahwa Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah
telah melakukan dosan besar. Perbedaan pandangan politik antara Khawarij,
Syi’ah dan Muawiyah menjadikan Khawarij mengangkat pemimpin dikalangannya
sendiri. Hal ini tentu mempengaruhi stabilitas politik pada masa itu.
b. Perlawanan dari Kaum Syi’ah.
Kaum
Syi’ah yang tidak pernah menyetujui pemerintahan Dinasti Umayyah dan tidak
pernah memaafkan kesalahan mereka terhadap Ali dan Husain semakin aktif dan mendapat dukungan publik. Di sisi mereka berkumpul
orang-orang yang merasa tidak puas, baik dari sisi politik, ekonomi maupun
social terhadap pemerintahan Bani Umayyah.
c. Perlawanan Golongan Mawali
Asal
mula Mawali yaitu budak-budak tawanan perang yang telah dimerdekakan kemudian
istilah ini berkembang pada orang Islam bukan Arab.Secara teoritis, orang Mawali memiliki derajat yang sama
dengan orang Arab. Namun itu tidak sepenuhnya tampak pada dinasti Umayyah
bahkan mereka memandang kelompok Mawali sebagai masyarakat bawahan sehingga
terbukalah jurang sosial yang memisahkan. Padahal orang Mawali ini turut serta
berjuang membela Islam dan Bani Umayyah, mereka adalah basis infantry yang
bertempur dengan kaki telanjangdi atas panasnya pasir, tidak di atas unta
maupun kuda. Basis militer ini kemudian bergabung dengan gerakan anti
pemerintah, yakni pihak Abbasiyah dan Syiah.
Pada
masa kekuaasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani
Qaisy) dan Arabia Selatan (Bani Qalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam
makin meruncing. Apabila khalifah tersebut
berasal atau lebih dekat dengan Arab Selatan, Arab Utara akan iri demikian pula
sebaliknya. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat
kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
e. Perlawanan dari Golongan Abbasiyah
Keluarga
Abbas, para keturunan paman Rasulullah mulai bergerak aktif dan menegaskan
tuntutan mereka untuk menduduki pemerintahan. Dengan cerdik, mereka bergabung
dengan pendukung Ali dan menekankan hak keluarga Hasyim. Dengan memanfaatkan
kekecewaan publik dan menampilkan diri sebagai pembela sejati agama Islam, para
keturunan Abbas segera menjadi pemimpin gerakan anti Umayyah.
Inilah
faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran yang membawa kehancuran bagi Bani
Umayyah. Apalagi ketika tiga gerakan terbesar yakni Abasiyah, Syi’ah dan Mawali
bergabung dalam gerakan koalisi untuk menumbangkan kekuasaan dinasti Bani
Umayyah dan bertujuan mendirikan kerajaan baru yang ideal.
Dengan
demikian, berakhirlah kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus yang telah dirintis
oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan ditandai dengan terbunuhnya Marwan bin
Muhammad sebagai khalifah dari Bani Umayyah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
pemaparan makalah di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kemajuan yang dicapai pada masa Bani Umayyah bertitik
tolakdari dua hal, yaitu terciptanya suasana kondusif sebagai dampak dari
keberhasilan menyatukan ummat Islam pada awal pembentukan dinasti dan ekspansi
besar-besaran yang menyebabkan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam. Hal
inilah kemudian mempengaruhi perkembangan sastra, ilmu pengetahuan, ekonomi dan
administrasi negara.
2. Kemunduran dan kehancuran Bani Umayyah dibagi menjadi dua
faktor, yaitu faktor internal disebabkan karena perselisihan antar keluarga
khalifah serta moralitas khalifah yang jauh dari konsep agama Islam. Sedangkan
faktor eksternal adalah perlawanan dari Kaum Khawarij, Kaum Syiah, golongan Mawali,
adanya pertentangan antara Arab Utara dengan Arab Selatan serta puncaknya
ketika adanya perlawanan dari Golongan Abbasiyah .
DAFTAR PUSTAKA
Ali, K, Sejarah Islam dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani, dari buku asli A Study of
Islamic History, diterjemahkan oleh Ghufron
Aa,. Mas’adi, Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Amin, Ahmad, Dhuha Islam,
Kairo: Maktabah Al-Nahda,1972.
Al-Harwy, Abd, al-Sami Salim, Lugha al-Idarah,
t.tp: al-Haiah al-Misrishriyah, 1986.
Al-Hisyam, Sejarah Kebudayaan Islam,
Cet.IV; Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Hitti, Phillip K, History of the Arabs,
Terj. R. Cecep Lukman Yasin & Dedi Slamet
Riyadi, Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta,2008.Isamai, M. Syhudi, Pengantar Ilmu Hadis, Cet. I; Bandung: Angkasa, 1988.
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Cet.I; Jakarta: Logos, 1999.
Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet.I; Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Nasution, Harun , Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Cet.V; Jakarta: UI Press, 1986.
------- Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, Jilid I, Cet.V; Jakarta:UI Press,
1985.
Al-Syaraf, Muhammad Jalal dan
Ali abdul Muthy, al-fikr al-Siyasi fi al-Islam, Iskandariah: Dar al-Jama’ah al-Mashriyah, 1978.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam,
Eds. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
PRESTASI DINASTI UMAYYAH
1. KEMAJUAN DIBIDANG SOSIAL
BUDAYA
- Bidang lapangan
sosial yang dicapai pada masa Dinasti Umayyah diantaranya adalah :
Mendirikan rumah-rumah jompo
Mendirikan rumah yatim piatu
Mendirikan rumah sakit
-
Bidang
lapangan budaya pada jaman Bani Umayyah memiliki keunggulan dalam hal :
Bahasa Arab yang berkembang luas
ke berbagai penjuru dan dikenal oleh masyarakat dunia, terbukti sampai saat ini
bahasa Arab merupakan satu bahasa resmi internasional
Mencetak mata uang dengan
menggunakan bahasa Arab yang bertuliskan kalimat “lailaha illallah” dan
disebelahnya dituliskan kalimat “Abdul Malik”
Mendirikan pabrik kain sutera
Mendirikan industri kapal dan
senjata
Mendirikan gedung-gedung
pemerintahan
Membuat kitab undang-undang dan
hukum yang disebut “pasal-pasal undang-undang pokok”
Membangun irigasi sebagai sarana
pertanian
Membangun kota Basrah dan Kuffah
sebagai pusat perkembangan ilmu dan peradaban
Membuat administrasi
pemerintahan dan pembukuan keuangan negara
Mengembangkan ilmu peternakan
2. BIDAN PENDIDIKAN DAN SENI
-
BIDANG PENDIDIKAN
Pada
zaman Dinasti Umayyah berbagai bidang ilmu pengetahuan berkembang pesat. Cabang
ilmu yang berkembang diantaranya :
ILMU AGAMA YANG DISEBUT AL ULUM
ISLAMIYAH, YAITU :
Ilmu
Qiraat
Ilmu
Tafsir
Ilmu
Hadits
Ilmu
Nahwu dan Saraf
Ilmu
Tarikh
ILMU PENGETAHUAN UMUM YANG
DISEBUT AL ULUMUD DAKHILIYYAH YAITU :
Ilmu Kimia
Ilmu Kedokteran
Ilmu Bumi (geografi)
Ilmu Astronomi
Pusat
kegiatan keilmiahan dijaman Bani Umayyah itu adalah kota Damaskus, Kuffah,
Basrah, Mekkah, Madinah, termasuk kota-kota baru yaitu kota Kairawan, Kordoba,
Granada, dan lain-lain
-
BIDANG SENI
CABANG-CABANG SENI YANG
BERKEMBANG DIMASA DINASTI UMAYYAH, ADALAH :
Seni sastra
Seni lukis, ukir, dan seni pahat
Seni suara
Seni insya atau seni mengarang
surat
Seni pidato
Seni bangunan (Arsitektur
Makalah Dinasti Bani Umayyah
·
Posted by Forum Kita
·
at Friday, January 15, 2016
·
·
BAB
I
·
PENDAHULUAN
·
·
Hampir
semua sejarawan membagi Dinasti Bani Umayah menjadi dua, yaitupertama, Dinasti Bani Umayah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyah
bin Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (Siria). Fase ini berlangsung sekitar
satu abad dan mengubah sistem pemerintahan dari sistem khilafah pada sistem mamlakat (kerajaan atau monarki) dan kedua, Dinasti Bani Umayah di Andalusia (Siberia) yang pada awalnya
merupakan wilayah taklukan Umayah di bawah pimpinan seorang gubernur pada zaman
Walid bin Abdul Al-Malik, kemudian diubah menjadi kerajaan terpisah dari
kekuasaan Dinasti Bani Abbas setelah berhasil menaklukkan Dinasti Bani Umayah
di Damaskus.[1]
·
Di
dalam makalah ini akan membahas lebih rinci mengenai Dinasti Bani Umayah mulai
dari latar belakang berdirinya Dinasti Bani Umayah, perkembangan dan kemajuan,
sistem pemerintahan, hingga faktor-faktor kemunduran Dinasti Bani Umayah.
·
·
·
·
·
BAB
II
·
PEMBAHASAN
·
·
A. Latar Belakang Berdirinya Dinasti Bani Umayah
·
·
Nama
Dinasti Bani Umayah diambil dari Umayah bin Abd Al-Syam, kakek Abu Sufyan.
Umayah segenerasi dengan Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad Saw dan Ali bin
Abi Thalib. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib segenerasi pula dengan
Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ali bin Abi Thalib berasal dari keturunan Bani Hasyim
sedangkan Mu’awiyah berasal dari keturunan Bani Umayah. Kedua keturunan ini
merupakan orang-orang yang berpengaruh dalam suku Quraisy.[2][2]
·
·
Setting cikal bakal dinasti ini bermula ketika Ali bin
Abi Thalib dibaiat sebagai khalifah menggantikan kedudukan khalifah Usman bin
Affan, salah satu kebijakan awal dan Ali adalah pengambil alihan tanah-tanah
dan kekayaan negara yang telah dibagi-bagikan oleh Usman kepada keluarganya dan
memecat gubemur-gubemur dan pejabat pemerintahan yang diangkat Usman untuk
meletakkan jabatannya, namun Muawiyyah Gubernur Syiria menolak pemecatan itu
sekaligus tidak mau membaiat Ali sebagai khalifah dan bahkan membentuk kelompok
yang kuat dan menolak untuk memenuhi perintah-perintah Ali. Dia berusaha
membalas kematian khalifah Usman, atau kalau tidak dia akan menyerang kedudukan
khalifah bersama-sama dengan tentara Syiria. Desakan Muawiyyah akhirnya
tertumpah dalamperang
Shiffin.[3][3]
·
·
Dalam
pertempuran itu hampir-hampir pasukan Muawiyyah dikalahkan pasukan Ali, tapi
berkat siasat penasehat Muawiyyah yaitu Amr bin 'Ash, agar pasukannya mengangkat
mushaf-mushaf Al Qur'an di ujung lembing mereka, pertanda seruan untuk damai
dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat
menguntungkan Mu’awiyah.[4][4]
·
·
Bukan
saja perang itu berakhir dengan Tahkim Shiffin yang tidak menguntungkan Ali, tapi akibat itu
pula kubu Ali sendiri menjadi terpecah dua yaitu yang tetap setia kepada Ali
disebut Syiah dan yang keluar disebut Khawarij. Sejak peristiwa itu, Ali tidak
lagi menggerakkan pasukannya untuk menundukkan Muawiyyah tapi menggempur habis
orang-orang Khawarij, yang terakhir terjadi peristiwa Nahrawan pada 09 Shafar
38 H, dimana dari 1800 orang Khawarij hanya 8 orang yang selamat jiwanya
sehingga dari delapan orang itu menyebar ke Amman, Kannan, Yaman, Sajisman dan
ke Jazirah Arab.[5][5]
·
·
Jatuhnya
Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij (kelompok
yang membangkang/ keluar dari kelompok Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun
kemudian tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan
yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya
bertahan sampai beberapa bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan
kepada Muawiyah, namun dengan perjanjian bahwa pemmilihan kepemimpinan
sesudahnya adalah diserahkan kepada umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada
tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan am jama’ahkarena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam menjadi satu
kepemimpinan politik. [6][6]
·
·
Setelah
terjadi kesepakatan antara Hasan bin Ali dengan
Mu’awiyah bin Abi Sufyan pada tahun 41 H/ 661 M, maka secara resmi Mu’awiyah
diangkat menjadi khalifah oleh umat Islam secara umum. Pusat pemerintahan Islam
dipindahkan Mu’awiyah dari Madinah ke Damaskus. Pemerintahan Mu’awiyah berubah
bentuk dari theo-demokrasi menjadi monarchi (kerajaan/dinasti) yang berbasiskan Islam, ini terjadi sejak
dia mengangkat anaknya Yazid sebagai putra mahkota. Sejak itulah sistem
pemerintahan mamakai sistem monarchi hingga pada khalifah terakhir Marwan bin Muhammad, yang tewas
dalam pertempuran melawan pasukan Abul Abbas As-Safah dari Bani Abbas pada
tahun 750 M. Dengan tewasnya Marwan bin Muhammad berakhir Dinasti Bani Umayah
dan digantikan oleh Dinasti Bani Abbas.[7][7]
·
Pola
pemerintahan menjadi kerajaan ini terjadi karena pada masa itu umat Islam telah
bersentuhan dengan peradaban Persia dan Bizantium. Oleh karena itu, Mu’awiyah
juga bermaksud meniru cara suksesnya kepemimpinan yang ada di Persia dan
Bizantium yaitu Kerajaan tetapi gelar pemimpin tetap menggunakan Khalifah
dengan makna konotatif yang diperbaharui.[8][8]
·
·
B. Perkembangan Dinasti Bani Umayyah
·
·
Meskipun
ummat Islam telah bersatu dalam satu kepemimpinan, kekhalifahan Muawiyah yang
diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, dan tidak dengan
pemilihan atau suara terbanyak telah melahirkan golongan-golongan oposisi yang
pada akhirnya nanti akan menjadi sebab kehancuran Dinasti tersebut.
·
·
Adik
laki-laki al-Hasan, Husein yang pada masa pemerintahan Muawiyah hidup tenang di
Madinah tidak mau mengakui pengganti Muawiyah yaitu Yazid. Ia pergi ke Kuffah
untuk memenuhi seruan penduduk Irak yang akan menobatkannya sebagai khalifah
pada tahun 680 M. Namun pada 10 Muharram 61 H (10 oktober 680) seorang jenderal
terkenal dengan nama Sa’ad bin Abi Waqqas membawa 4000 pasukan mengepung
al-Husein yang hanya didampingi 200 orang. Al-Hasan
pun tidak selamat dalam pembantaian tersebut.
·
·
Adapun
Khalifah-khalifah Bani Umayah adalah sebagai berikut:
·
1. Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H /
661-680 M
·
2. Yazid I
bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
·
3. Muawiyah
II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
·
4. Marwan I
bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
·
5. Abdul-Malik
bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
·
6. Al-Walid
I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
·
7. Sulaiman
bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
·
8. Umar II
bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
·
9. Yazid II
bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
·
10. Hisyam
bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
·
11. Al-Walid
II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
·
12. Yazid
III bin al-Walid, 127 H / 744 M
·
13. Ibrahim
bin al-Walid, 127 H / 744 M
·
14. Marwan II bin Muhammad, 127-133 H / 744-750 M
·
·
Adapun
khalifah-khalifah besar Bani Umayah adalah Muawiyah
I bin Abu Sufyan, Abdul-Malik bin Marwan, Al-Walid I bin Abdul-Malik, Umar II
bin Abdul-Aziz, Hisyam bin Abdul-Malik. Puncak kejayaan Dinasti Bani Umayah ini
pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, setelah itu merupakan masa
kemundurannya.[9][9]
·
·
C. Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Bani Umayah
·
·
Terbentuknya
Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa umat Islam ketika itu telah
kembali mendapatkan identitasnya sebagai negara yang berdaulat, juga merupakan
fase ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih kurang satu abad (661
- 750 M). Perubahan yang dilakukan, tidak hanya sistem kekuasaan Islam dari
masa sebelumnya (masa Nabi dan Khulafaurrasyidin) tapi juga perubahan-perubahan
lain di bidang sosial politik, keagamaan, intelektual dan peradaban.[10][10]
·
·
1. Dinamika Politik
·
Dalam
awal perkembangannya, dinasti ini sangat kental diwarnai nuansa politiknya
yaitu dengan memindahkan ibukota kekuasaan Islam dari Madinah ke Damaskus.[11][11]
Kebijakan itu dimaksudkan tidak hanya untuk kuatnya eksistensi dinasti yang
telah mendapat legitimasi politik dari masyarakat Syiria, namun lebih dari itu
adalah untuk pengamanan dalam negeri yang sering mendapat serangan-serangan
dari rival politiknya.
·
a. Sistem
Penggantian kepala Negara bersifat Monarchi.[12][12]
Pemindahan sistem kekuasaan juga dilakukan Muawiyyah, sebagai bentuk
pengingkaran demokrasi yang dibangun masa Nabi dan Khalifah yang empat. dari
kekhalifahan yang berdasarkan pemilihan atau musyawarah menjadi kerajaan turun
menurun (monarch/ heridetis)[13][13]
·
b. Sistem
Sosial (Arab dan Mawali). Pada masa Nabi dan khalifah yang empat, keanggotaan
masyarakat secara umum dalam segala hal hanya dibatasi berdasarkan keagamaan,
sehingga masyarakat secara garis besar terdiri muslim dan non muslim, dan dalam
memperlakukan orang Islam sebagai mayoritas dapat dibedakan menurut dua
kriteria, pertama yang menjurus kepada hal-hal yang praktis dan seringkali
diterapkan pada kelompok, dan kreteria kedua berupa tindakan pengabdian kepada
masyarakat yang sifatnya tebih personal. Sebagai tambahan atas kedua kriteria
itu, pada Dinasti Umayyah syarat keanggotaan masyarakat harus berasal dari
orang Arab, sedangkan orang non Arab setelah menjadi Muslim harus mau menjadi
pendukung(mawali) bangsa Arab. Dengan demikian masyarakt muslim
pada masa Dinasti Umayyah terdiri dari dua kelompok, yaitu Arab dan Mawali.[14][14]
·
Dikalangan
kaum Mawali lahirlah satu gerakan rahasia yang terkenal dengan nama
Asy-Syu’ubiyyah yang bertujuan melawan paham yang membedakan derajat kaum
Muslimin yang sebetulnya mereka bersaudara. Dan yang membedakan hanyalah
ketaqwaan mereka serta banyak kaum Mawali yang bersikap membantu gerakan Bani
Hasyim turunan Alawiyah, bahkan juga memihak kaum Khawarij.[15][15]
·
c. Kebijaksanaan
dan Orientasi Politik. Selama lebih kurang 90 tahun Dinasti Bani Umayah ini
memerintah, banyak terjadi kebijaksanaan politik yang dilakukan pada masa ini,
seperti:
·
1) Pemisahan
Kekuasaan. Terjadi dikotomi antara kekuasaan
agama (spiritual power) di tunjuklah qadhi/ hakim dan
kekuasaan politik (temporal
power). Dapatlah dipahami bahwa Mu’awiyah bukanlah seorang yang ahli
dalam keagamaan sehingga diserahkan kepada para Ulama.[16][16]
·
2) Pembagian
wilayah. Khalifah bin Khattab terdapat 8 Provinsi, maka pada masa Bani Umayah
menjadi 10 Provinsi Wilayah kekuasaan terbagi dalam 10 provinsi, yaitu:[17][17]
·
a) Syiria
dan Palestina;
·
b) Kuffah
dan Irak;
·
c) Basrah,
Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah;
·
d) Arenia;
·
e) Hijaz;
·
f) Karman
dan India;
·
g) Egypt
(Mesir);
·
h) Ifriqiyah
(Afrika Utara);
·
i) Yaman
dan Arab selatan, dan
·
j) Andalusia.
·
3) Bidang
Administrasi Pemerintahan. Dibidang pemerintahan, dinasti membentuk semacam
Dewan Sekretaris Negara (Diwan al Kitabah) yang terdiri dari lima orang
sekretaris yaitu : Katib ar Rasail, Katib al Kharraj, Katib al Jund, Katib asy
Syurtah dan katib al Qadi.[18][18]
Untuk mengurusi administrasi pemerintahan daerah di angkat seorang Amir al
Umara (Gubemur Jenderal) yang membawahi beberapa amir sebagai penguasa satu
wilayah.
·
Pada masa Abdul Malik bin Marwan,
jalannya pemerintahan ditentukan, oleh empat departemen pokok (diwan) yaitu :
·
a) Dewan Rasail (istilah sekarang disebut sekretaris
jenderal). Diwan ini berfungsi untuk mengurus surat-surat negara yang ditujukan
kepada para gubernur atau menerima surat-surat dari mereka. Ada dua macam
sekretariat. Pertama, sekretariat negara (dipusat) yang menggunakan bahasa arab
sebagai pengantar. Kedua,sekretariat Provinsi yang menggunakan bahasa Yunani (Greek)
dan Parsi sebagai bahasa pengantarnya kemudian menjadi bahasa arab sebagai
pengantar ini terjadi setelah bahasa arab menjadi bahasa resmi di seluruh
negara Islam.[19][19]
·
b) Diwan
al-Kharaj. Bertugas untuk mengurus masalah pajak, yang dikepalai oleh Shahib
al-Kharraj diangkat oleh khalifah dan bertanggung jawab langsung kepada
khalifah.[20][20]
·
c) Diwan
al-Barid. Merupakan badan intelijen negara yang berfungsi sebagai penyampai
berita-berita rahasia daerah kepada pemerintah pusat. Pada masa pemerintahan
Abdul Malik berkembang menjadi Departemen Pos khusus urusan pemerintah.[21][21]
·
d) Diwan
al-Khatam (departemen pencatatan). Setiap peraturan yang dikeluarkan oleh
khalifah harus disalin di dalam suatu register, kemudian yang asli harus di
segel dan dikirim ke alamat yang dituju.[22][22]
·
4) Politik Arabisasi.
Dengan tatanan masyarakat yang homogin tersebut, menimbulkan ambisi penguasa
dinasti ini untuk mempersatukan masyarakat dengan politik Arabisme,[23][23]
yaitu membangun bangsa Arab yang besar dan sekaligus menjadi kaum muslimin.
Usaha-usaha ke arah itu antara lain mewajibkan untuk membuat akte kelahiran
masyarakat Arab bagi anak-anak yang lahir di daerah-daerah penaklukan,
kewajiban berbahasa Arab bagi penduduk daerah Islam dan bahkan adat istiadat
serta sikap hidup mereka diharuskan menjadi Arab.[24][24]
Pada masa Bani Umayah (sejak Khalifah Abd Malik bin Marwan), berkembang istilah
Arabisasi artinya usaha-usaha pengaraban oleh Bani Umayah di wilayah-wilayah
yang dikuasai Islam. Bidang ini dilakukan Bani Umayah antara lain dalam
pengangkatan kepala-kepala wilayah dari bangsa arab untuk ditempatkan pada
wilayah-wilayah yang dikuasai. Disamping itu ia mengajarkan bahasa arab
diseluruh wilayah Islam. Penerjemahan buku-buku berbahasa asing ke dalam bahasa
arab.[25][25]
·
5) Kebijakan
politik Dinasti Umayyah lainnya adalah upaya-upaya perluasan wilayah kekuasaan.
Pada zaman Muawiyyah, Uqbah bin Nafi' berhasil menguasai Tunis yang kemudian
didirikan kota Qairawan sebagai pusat kebudayaan Islam pada tahun 760 M. Di
sebelah, Muawiyyah memperoleh daerah Khurasan sampai ke Lahore di Pakistan. Di
sebelah barat dan utara diarahkan ke Bizantium dan dapat menundukkan Rhodes dan
pulau-pulau lain di Yunani. Pada tahun 48 H, Muawiyyah merencanakan penyerangan
laut dan darat terhadap Konstantinopel, tetapi gagal setelah kehilangan pasukan
dan kapal perang mereka.[26][26]
·
Zaman
Walid I, dengan dibantu tiga orang pimpinan pasukan terkemuka sebagai penaduduk
yaitu: Qutaybah Sbin Muslim, Muhammad bin al Qasim dan Musa bin Nashir,
ekspansi ke barat dan ke mencapai keberhasilan. Ekspansi ke barat dilakukan
oleh Musa bin Nashir, berhasil menundukkan Aljazair dan Maroko, kemudian ia
mengangkat Tariq bin Ziyad sebagai wakilnya untuk memerintah di daerah itu dan
melakukan perebutan kekuasaan dalam kerajaan Gotia Barat di Spanyol untuk
ditaklukkan, akhirnya Toledo ibukota Spanyol jatuh ke tangan pasukan muslim
menyusul kota Seville, Malaga, Elvira dan Cordoua yang kemudian menjadi ibukota
Spanyol Islam (al Andalus).[27][27]
·
Setelah menaklukkan Spanyol, Musa bin
Nashir ambil bagian ke Spanyol dan melanjutkan ekspansinya dengan merampas
Carmona, Cadiz di sebelah tenggara dari Calica di sebelah barat laut. Dia
memutuskan untuk meneruskan ekspansinya ke sebelah selatan Perancis, namun ada
kekhaiwatiran dari Walid I atas pengaruh Musa bin Nashir yang mungkin akan
memproklamirkan seluruh negara yang ditaklukkan, maka Walid 1 memerintahkan
untuk mangakhiri ekspansinya ke Eropa dan memanggil Musa dan Tariq ke Damaskus.[28][28]
·
Di
masa Abdul Malik, Qutaybah diangkat oleh al Hajjaj bin Yusuf, gubernur
Khurasan, menjadi wakilnya pada tahun 86 H.Bersama pasukannya, Qutaybah dapat
menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Masarkand. Usaha
ekspansinya ke Cina di urungkan, karena delegasinya disuruh kembali kepada
pemimpinnya dengan saling tukar menukar cenderamata, Qutaybah menerima uang dan
mencetak materai dengan bantuan pemuda kerajaan kemudian menjelajahi
kekuasannya dan pulang ke Merv, ibukota Khurasan.[29][29]
·
Muhammad bin Qasim dipercaya oleh al
Hajjaj untuk menundukkan India. Pada tahun 89 H, ia menuju ke Sind dan
mengepung pelabuhan Deibul di muara sungai Indus, kemudian tempat itu diberi
nama Mihram. la memperluas penaklukannya hingga ke Maltan sebelah selatan
Punjab dan Brahmanabat.[30][30]
·
2. Dinamika Ekonomi
·
Kemenangan-kemenangan yang diperoleh
umat Islam secara luas itu, menjadikan orang-orang Arab bertempat tinggal di
daerah penaklukan dan bahkan menjadi tuan-tuan tanah. [31][31]Kepada pemilik tanah
diwajibkan oleh Dinasti Umayyah untuk membayar pajak tanah, namun pajak kepala
hanya berlaku kepada penduduk non muslim sehingga mengakibatkan banyaknya
penduduk yang masuk Islam, akibatnya secara ekonomis penghasilan negara
berkurang, namun demikian dengan keberhasilan Dinasti Umayyah menaklukkan
Imperium Persia beserta wilayah kepunyaan Imperium Byzantium, sesungguhnya
kemakmuran bagi Dinasti ini melimpah ruah yang mengalir untuk kas negara.[32][32]
Kebijakan Dinasti di bidang ekonomi lainnya adalah menjamin keadaan aman untuk
laiu lintas darat dan laut, lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok
guna memperlancar perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian,
sedangkan lalu lintas laut ke arah negeri-negeri belahan untuk mencari
rempah-rempah, bumbu. kasturi, permata, logam mulia, gading dan bulu-buluan.[33][33]
Keadaan demikian membuat kota Basrah dan Aden di teluk Persi menjadi lalu
lintas perdagangan dan pelabuhan dagang yang ramai, karena kapal-kapal dagang
dibawah lindungan armada Islam yang menuju ke Syiria dan Mesir hampir tak
pernah putus. Perkembangan perdagangan ini telah mendorong meningkatnya
kemakmuran Dinasti Umayyah.
·
Pada
masa khalifah Abdul Malik, telah dirintis industri kerajinan tangan berupa
tiraz (semacam bordiran) yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan
para pembesar pemerintahan, format tiraz bertuliskan lafaz "La Ilaaha Ilia
Allah".Guna memperlancar produktifitas pakaian resmi
kerajaan, maka Abdul Malik mendirikan pabrik-pabrik kain, dan setiap pabrik
diawasi oleh Sahib at Tiraz yang bertujuan mengawasi tukang emas dan penjahit,
menyelidiki hasil karya dan membayar gaji mereka.[34][34]
·
·
3. Dinamika
Sosial
·
·
Seperti
yang suda di jelaskan sebelumnya, pada masa Dinasti Umayyah, bangsa Arab mendapatkan posisi
terhormat daiam masyarakat. Pada umumnya, bangsa Arab merupakan tuan tanah
hasil rampasan perang. Adanya dua kelompok masyarakat yang membangun Daulat
Umayyah yakni bangsa Arab dan non-Arab, berpengaruh positif pada motivasi
orang-orang non-Arab untuk memeluk agama Islam. Kebijakan ini juga berpengaruh
pada perkembangan dan perluasan pemakaian bahasa Arab dengan cepat.
·
Salah
satu permasalahan yang pantas disebutkan pada masa pemerintahan Bani Umayyah
adalah munculnya penolakan para sahabat terhadap sikap Mua'wiyah yang mengubah
sistem sukses khalifah dari pemilihan terbuka menjadi kerajaan yang mewariskan
tahta kepada keturunan raja.
·
·
4. Intelektual
dan Keagamaan
·
·
Di
zaman pemerintahan Abdul Malik terdapat banyak bahasa yang digunakan dalam
administrasi, seperti bahasa Persia, Yunani dan Qibti, namun atas usaha Salih
bin Abdur Rahman, sekretaris al Hajjaj, ia mencoba menjadikan bahasa Arab
sebagai bahasa administrasi dan bahasa resmi di seluruh negeri sehingga
perhatian dan upaya penyempurnaan pengetahuan tentang bahasa Arab mendorong
lahirnya ahli bahasa yaitu Sibawaihi dengan karya tulisnya al Kitab menjadi
pegangan dalam soal tata bahasa Arab.
·
Dalam
daerah kekuasaannya terdapat kota-kota pusat kebudayaan yaitu Yunani
Iskandariyah. Antiokia, Harran dan Yunde Sahpur yang semula dikembangkan oleh
imuwan-ilmuwan Yahudi, Nasrani dan Zoroaster Khalifah Khalid bir'i Yazid bin
Muawiyyah yang seorang orator dan berpikiran tajam berupaya menerjemahkan
buku-buku tentang astronomi, kedokteran dan kimia.
·
Khalifah
Walid bin Abdul Malik memberikan perhatian kepada bimarstan, yaitu rumah sakit
sebagai tempat berobat, perawatan orang sakit dan studi kedok-teran yang berada
di Damaskus, sedangkan khalifah Umar bin Abdul Aziz menyuruh para ulama secara
resmi untuk membukukan hadits-hadits Nabi, dan selain itu ia bersahabat dengan
ibn Abjar, seorang dokter dan Iskandariah yang kemudian menjadi dokter
pribadinya.[35][35]
·
·
Pengaruh
lain dan ilmuwan kristen itu adalah penyusunan ilmu pengetahuan secara
sistematis, selain itu berubah pula sistem hafalan dalam pengajaran kepada
sistem tulisan menurut aturan-aturan ilmu pengetahuan yang berlaku. Pendukung
dalam pengembangan ilmu adalah golongan non Arab dan telaahnya pun sudah meluas
sehingga ada spesialisasi ilmu menjadi : ilmu pengetahuan bidang agama, bidang
sejarah, bidang bahasa dan bidang filsafat.[36][36]
Ilmuwan itu antara lain Sibawaihi, al Farisi, al Zujaj (ahli nahwu), al Zuhpy,
Abu Zubair, Muhammad bin Muslim bin Idris dan Bukhari Musiim (ahli Hadits) dan
Mujahid bin Jabbar (ahli tafsir).
·
·
5. Tali Ikatan Persatuan Masyarakat (Politik dan Ekonomi)
·
·
Ekspansi
Islam yang berlangsung dari pertengahan abad ke tujuh sampai permulaan abad ke
delapan, salah satu hasilnya ialah terintegrasinya daerah-daerah yang
ditaklukkan itu dalam suatu kesatuan sosial politik yang disebut Dunia Islam.Selanjutnya
dunia Islam itu merupakan suatu kawasan ekonomi yang terpadu dala suatu jaringan
pasaran bersama. Wilayah inti meliputi daerah-dearah bekas kerajaan Persia,
Imperium Bizantium di Suria dan Mesir serta daerah-daerah Barbar di
Mediterinian (Afrika Utara dan Spanyol) itu, merupakan salah satu jaringan
penting dari rute utama perdagangan Internasional
yang terbentang antara China dan Spanyol, dan antara Afrika Hitam dengan Asia
Tengah.[37][37]
·
·
D. Kedudukan Amir al-Mu’minin
·
·
Pada masa ini Amir al-Mu’minin
hanya bertugas sebagai khalifah dalam bidang temporal sedangkan urusan
keagamaan di urus oleh para ulama. Berbeda dengan Khulafa al-Rasydun yang
menguasai keduanya. Dan pada masa ini khalifah diangkat secara turun temurun
dari keluarga Umayah.[38][38]
·
·
·
Sumber uang masuk pada Dinasti
Bani Umayah, pada umumnya seperti di zaman permulaan Islam. Walaupun demikian
ada beberapa tambahan seperti al-Dharaaib yaitu kewajiban yang harus dibayar
oleh warga negara dan terdapat pajak-pajak istimewa. Adapun saluran uang
keluarnya sama seperti permulaan Islam, seperti gaji para pegawai dan tentara,
serta biaya tata usaha negara, pembangunan pertanian termasuk irigasi dan
penggalian terusan-terusan, ongkos bagi orang-orang hukuman dan tawanan perang,
perlengkapan perang, serta hadiah-hadiah kepada para pujangga dan para Ulama.
·
·
Pada masa Umayah di cetak mata
uang muslimin secara teratur dan pembayaran dengan mata uang ini, walaupun pada
masa Umar bin Khattab sudah dicetak mata uang kaum muslimin namun belum begitu
teratur seperti pada khalifah Abdul Malik bin Marwan.
·
·
F. Interregnum (Masa Peralihan Pemerintahan) Umar bin Abdul Aziz
·
Interregnum ini terjadi pada
masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mana pada peerintahan yang dulunya
kejam, menekan rakyat dan sebagainya, menjadi kepada masa yang damai, lemah,
lembut dan makmur. Dengan kebijaksanaannya ini banyak orang yang masuk Islam.
Dan mengadakan dialog dengan orang syi’ah dan khawarij sehingga mereka puas dan
tidak mengganggu lagi. Namun kedamaian dan kemakmuran ini dimanfaatkan oleh
Bani Hasyim untuk membentuk gerakan bawah tanah. Gerakan ini terdiri dari
orang-orang Syi’ah dan keluarga Abbas. Gerakan inilah yang berhasil
menumbangkan bani Umayah nantinya.[40][40]
·
·
·
Kehakiman pada masa ini mempunyai dua ciri khas, yaitu pertama, qadhi memutuskan perkara dengan ijtihadnya berdasarkan Nas. Kedua, kehakiman
belum terpengaruh dengan politik.
·
·
·
Masa Bani Umayah ini merupakan
peletak dasar pembangunan peradaban Islam yang nanti pada masa Bani Abbas
merupakan puncak dari peradaban Islam. Pada masa ini ilmu Naqliyah mulai
berkembang. Perkembangan yang aling menonjol adalah ilmu tafsir dan ilmu hadits.
Dan terjadi pengumpulan hadits pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang
dikumpulkan oleh ‘Ashim al-Anshari. Muncul juga ilmu Nahwu (tata bahasa Arab)
sehingga Sibawaihi menyusun al-kitab untuk memperlajari tata bahasa arab.
·
·
Khalifah Mu’awiyah memerinthkan karya-karya bangsa Yunani yang
mengandung berbagai macam Ilmu. Dengan demikian umat Islam pada masa ini mulai
mengenal ilmu kedokteran, ilmu Kalam, seni bangunan (architecture) dan
sebagainya. Diantara peninggalan seni bangunan yang terkenal sampai sekarang
adalah Qubbah al-Sakhr (Dome of the
Rock) yang didirikan di Yerussalem pada 91 H pada masa pemerintahan
Khalifah Abdul Malik.
·
·
I. Sistem Militer
·
·
Pada masa Dinasti Bani Umayah
orang masuk tentara kebanyakan dengan dipaksa atau setengah dipaksa. Untuk
menjalankan kewajiban ini dikeluarkan semacam undang-undang wajib militer yang
dinamakan Nidhamut Tajnidil Ijbary.
·
·
Politik ketentaraan dari Bani Umayah,
yaitu politik Arab, dimana anggota tentara haruslah terdiri dari orang-orang
Arab atau unsur Arab. Maka dari itu mereka terpaksa meminta bantuan kepada
bangsa Barbari untuk menjadi tentara karena wilayah mereka yang luas meliputi
Afrika Utara, Andalusia, dan lain-lain.
·
·
1. Perluasan
Ke Asia Kecil
·
·
Dengan armada laut yang terdiri
dari 1700 kapal, lengkap dengan perbekalan dan persenjataannya. Lalu Mu’awiyah
menyerang pulau-pulau dilaut tengah sehingga berhasil menduduki pulau Rhodes
tahun 53 H dan pulau Kreta tahun 54 H. Kemudian di serang kota Konstatinopel.
Pulau-pulau ini dekat Cyprus yang telah ditaklukkan pada zaman Usman.
Penyerangan ini dipimpin oleh Janadah bin Abi Umayah. Kemudian mengepung kota
Konstatinopel di bawah pimpinan Yazid bin Mu’awiyah dan didampingi oleh
pahlawan Islam yang berani seperti Abu Ayyub al-Anshar, Abdullah ibnu Zuber,
Abdullah ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Pengepungan ini selama 7 tahun (54-61 H).
Abu Ayyub al-Anshar gugur pada peperangan ini. Penyerangan pertama ini gagal
karena ada pengkhianatan Loen Mar’asy. [43][43]
·
·
2. Perluasan
ke Timur
·
·
Ke arah Timur dapat menaklukkan
daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan dari Afghanistan sampai ke Kabul.
Kemudian diteruskan pada zaman bd. Malik di bawah pimpinan Al- Hajjaj ibn
Yusuf. Kemudian dapat menundukkan daerah Balkh, Bukhara, Khawarizan, Fergnana,
dan Samarkand. Selanjutnya pasukan muslim juga samapi ke India serta dapat
menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Multan (713 H).[44][44]
·
·
3. Perluasan
ke Afrika Utara
·
Uqbah ibn Nafi’ al-Fahri telah
menetap di Barqah setelah wilayah itu dikuasai. Oleh karena kemahiran dan
keberaniannya, ia mengalahkan armada Bizantium di daerah pantai, barbar
dipedalaman, serta Tripoli dan Fazzan.[45][45]
·
·
Kekuatan Maritim Islam menjadi
lebih berkembang pada masa Umayah timur. Pada masa Khalifah al-Walid. Jenderal
Thariq bin Ziyad dapat menyeberangkan ajaran Isla ke Spanyol. Dan pada tahun 95
H/ 713 M dapat membebaskan rakyat Spanyol dan Eropa dari penindasan bangsa
Visigoth (Gothik) Barat yang telah berkuasa selama 300 tahun.[46][46]
·
·
·
Ketika
Yazid ibn Mu’awiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka Madinah tidak mau
menyatkan setia kepadanya. Yazid kemudian mendirim surat kepada Gubernur
Madinah meminta untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan
cara ini semua orang terpaksa tunduk kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn
Zubair. Pada tahun 680 M, Husein pindah dari Mekah ke Kufah atas permintaan
golongan Syiah di Irak. Umat Islam di daerah ini mengakui khaifahnya adalah
Husein. Sehingga terjadi pertempuran dan tentra Husein kalah sedangkan Husein
mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya
dikubur di Karbela.
·
·
Gerakan
Syiah semakin keras, gigih dan tersebar luas. Pemberontakan yang paling
terkenal diantaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687
M. Walaupun dibantu oleh kalangan kaum mawali di Persia, Armenia dan lain-lain, Mukhtar terbunuh oleh pasukan oposisi lainnya yaitu gerakan
Abdullah ibn Zubair.
·
·
Abdullah
ibn Zubair baru secara terbuka menyatakan khalifah setelah Husein bin Ali
terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung Mekah dan akhirnya terjadi
pertempuran, pada pertempuran ini Abdullah bin Zubair dikabarkan wafat, maka
tentara Yazid kembali ke Damaskus. Gerkaan Abdullah ini baru dapat dihancurkan
pada masa khalifah Abdul Malik pada tahun 693 M.
·
·
K. Prestasi Dinasti Umayyah
·
1. Bidang Fisik
·
·
Dalam
pembangunan fisik, pada Diansti Umayyah telah didirikan pos-pos yang pada
pemerintahan sebelumnya tidak ditemukan. Lebih lengkapnya, dapat dikatakan
bahwa beberapa prestasi Dinasti Umayyah dalam pembangunan fisik adalah sebagai
berikut:
·
a. Membangun
pos-pos serta menyediakan kelengkapan peralatannya.
·
b. Membangun
jalan raya.
·
c. Mencetak
mata uang.
·
d. Membangun
panti asuhan.
·
e. Membangun
gedung pemerintahan.
·
f. Memblingun
mesjid.
·
g. Membangun
rumah sakit.
·
·
2. Perluasan
Wilayah Kekuasaan.
·
·
Dalam hal perluasan wilayah, Dinasti Umayyah menjalankan ekspansi sebagai berikut:
·
a. Menguasai
Tunis pada tahun 760 M di bawah pimpinan Uqbah bin Nafi'.
·
b. Menguasai
Khurasan hingga Lahore di sebelah Timur.
·
c. Menguasai
Bizantium.
·
d. Menguasai
Rhodes dan pulau-pulau kecil lainnya di Yunani.
·
e. Di
sebelah Barat, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Aljazair dan Maroko.
·
f. Selanjutnya,
Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Andalusia yakni Toledo, Sevilla, Malaga,
Elvira dan Cordova.
·
g. Penaklukkan
yang sama berlanjut hingga ke Cadiz dan Calica.
·
h. Menaklukkan
Baikh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Samarqand.
·
·
L. Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Bani Umayah
·
·
Dinasti yeng didirikan oleh
Muawiyyah bin Abu Sofyan ini, dari beberapa khalifah yang memegang kekuasaan,
hanya beberapa orang saja yang dianggap berhasil dalam menjalankan roda
pemerintahannya antara lain : Muawiyyah bin Abu Sofyan, Abdul Malik bin Marwan,
al-Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hisyam bin Abdul Maiik,
selain mereKa itu merupakan khalifah yang lemah. Dinasti ini mencapai puncaknya
pada masa al Walid I bin Abdul Malik dan kemudian akhirnya menurun dan
kekuasaan mereka direbut oleh Bani Abbasiyah pada tahun 750 M.[50][50]
·
·
Diantara faktor penyebab keruntuhan
Dinasti Umayyah ini, menurut Hasan Ibrahim Hasan adalah :
·
·
1. Pengkatan
Dua Putera Mahkota
·
·
Perubahan
sistero kekuasaan, dari sistem demokrasi kepada monarchi yang dirintis
Muawiyyah bin Abu Sofyan, berakibat pada tumbuhnya bibit permusuhan dan
persaingan diantara sesama anogota keluarga dinasti dan ditambah dengan langkah
pengangkatan dua putera mahkota yang diberi mandat, agar putera mahkota yang
kedua sebagai pelanjut sesudah yang pertama, hal itu dilakukan khalifah Marwan
bin al Hakim dengan mengangkat Abdul Malik bin Marwan dan Abdul Aziz,
berikutnya adalah Abdul Malik mengikuti jejak mendiang ayahnya dengan
mengangkat puteranya, yatu al Walid dan Sulaiman. Langkah ini tidak hanya menjadi
permusuhan dan persaingan diantara sesama anggota keluarga tetapi juga merembet
masuk di lingkungan para panglima dan pejabat.[51][51]
·
·
2. Munculnya
Fanatisme Suku
·
·
Setelah
Yazid bin Muawiyyah meninggal, fanatisme suku menyebar di tengah-tengah kabilah
Arab namun belum sampai membahayakan kekuatan Bani Umayyah dari rongrongan
kakuatan lain yang menginginkan kehancurannya sebagai pemegang supremasi
politik umat Islam.
·
·
Kondisi tersebut masih dapat
dikendalikan terlebih dengan tampilnya Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah, ia
seorang yang saleh dan adil. Dalam masa pemerintahannya diisi dengan
memperbaiki kerusakan yang dilakukan oleh para khalifah Bani Umayyah sebelumnya,
sehingga legalitas kepemimpinannya diakui dan diterima oleh semua pihak yang
tidak mengakui pemerintahan Bani Umayyah. la terbebas dari fanatisme suku,
karena ia tidak mengangkat seorang menjadi gubernur melainkan berdasarkan
kecakapan dan keadilan yang dimiliki oleh yang bersangkutan.[52][52]
·
·
Namun
ketika Umar bin Abdul Aziz wafat, dan kekhalifahan dipegang Yazid bin Abdul
Malik, saat itu fitnah dan perselisihan diantara bangsa Arab utara (Arab
Mudhar) /suku Qais dengan Arab selatan (Arab Yaman) /bani Kalb memanas,
yang kemudian terjadi perang Murj Rahith,[53][53] yang mengkibatkan terbunuhnya al Mulahhab bin Abu Shufrah
dari Arab Yaman, ia seorang yang telah mengabdi seluruh hidup dan potensinya
pada Bani Umayyah, yaitu pembelaannya dalam perang al Azariqah menghadapi kaum
khawarij, berjuang memerangi penduduk Khurasan dan al Khazar serta orang-orang
Turki. Sepeninggal
al Mulahhab, tampillah puteranya yang menjadi perhatian dan tumpuhan pihak Arab
Yamani untuk merongrong kedaulatan Dinasti Umayyah. Namun demikian Bani Umayyah
sekali waktu berpihak kepada Arab Qais dan dilain waktu kepada Arab Yaman.
·
·
Fanatisme
suku dapat dilihat ketika Yazid bin Abdul Malik mengangkat saudaranya yaitu
Maslamah sebagai gubernur wilayah setelah mereka berjasa menumbangkan
pemberontakan putera al Mulahhab, dan juga mengangkat Umar bin Kubairah yang
berasal dari suku Qais.
·
·
Ketika
Yazid wafat dan saudaranya yaitu Hisyam naik tahta maka khalifah baru menilai
bahwa posisi orang-orang Qais dalam pemerintahan sudah terlalu kuat, dan hal
ini, menurut Hisyam adalah membahayakan kelangsungan pemerintahan Bani Umayyah,
kemudian ia mengambil tindakan dengan cara mengenyahkan orang-orang Qais dari
kekuasaan dan balik berpihak kepada unsur Yamani, ini dimaksudkan agar kadua
unsur tersebut berimbang.[54][54]
Untuk itu ia mengangkat Khalid bin Abdullah al Qasari sebagai gubernur Irak,
dan juga mengangkat saudara Khaiid yaitu Asad sebagai gubernur Khurasan. Dengan
demikian kekuatan unsur Yamani kembali berperan dan kekuatan unsur Qaisi
melemah, kemudian orang-orang dan unsur Yamani berkesempatan menumpahkan balas
dendam mereka kepada orang-orang dari unsur Qaisi.
·
·
Demikianlah
fanatisme suku yang telah mencabik-cabik Dinasti Umayyah. sehingga negara
menjadi ajang bagi tumbuhnya beragam fitnah dan kerusuhan dan kemudian
keruntuhan dinasti ini teriadi.
·
·
3. Terlena
Dalam Kemewahan
·
·
Pola
hidup sebagian khalifah Dinasti Umayyah yang sangat mewah dan senang
berfoya-foya sebagai warisan pola hidup para penguasa Bizantium adalah faktor
lain yang telah menanam andil besar bagi keruntuhan dinasti ini. Yazid bin
Muawiyyah adalah seorang khalifah dari Dinasti Umayyah sangat terkenal sebagai
pengagum berat wanita, memelihara para penyanyi wanita, memelihara burung buas,
singa padang pasir dan seorang pecandu minuman karas.
·
·
Prilaku
Yazid bin Abdul Malik juga tidak lebih baik dari Yazid bin Muawiyyah, ia adalah
pemuja wanita dan penggemar pesta pora. Begitu pula dengan puteranya yaitu al
Walid, ia seorang khalifah yang sangat senang dengan kehidupan serba mewah dan
terlena dengan romantika asmara.[55][55]
·
·
4. Fanatik
Arab
·
·
Dinasti Umayyah adalah muni daulat
Arab, sehingga ia sangat fanatik kepada bangsa Arab dan kearabannya. Mereka
memandang orang non Arab (mawali) dengan pandangan sebelah mata, sehingga
menimbulkan fitnah diantara sesama kum Muslimin, disamping itu pula telah
membangkitkan nasionalisme di dalam Isiam. Bibit daripada geraka tersebut
adalah anggapan bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang paling utama dan mulia dan
bahasa Arab adalah bahasa yang paling tinggi dibanding dengan yang lain.
·
·
Tindakan
diskriminatif tersebut telah membangkitkan kebencian kaum mawali kepada Bani
Umayyah, akhirnya sebagai kaum tertindas mereka selalu mencari waktu yang tepat
untuk melampiaskan kebenciannya. Mereka menggabungkan diri dengan al Mukhtar dan kaum
khawarij untuk bersekutu dan ditambah dengan propagandis kaum abassi untuk
memberontak dan menggulingkan Dinasti Umayyah.[56][56]
·
·
Sekutu
tersebut melakukan gerakan oposisi terhadap Dinasti Umayyah dengan pimpinan
Muhammad bin Ali dan kemudian dilanjutkan kedua puteranya yaitu ibrahim dan Abu
Abbas yang didukung oleh masyas-akat pendukung Ali di Khurasan. Di bawah
pimpinan panglimanya yang tangkas, yaitu Abu Muslim al Khurasani, gerakan ini
dapat menguasai wilayah demi wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah dan bahkan dalam
partempuran di Zab Hulu sebelah Mosul, Marwan II. khalifah terakhir Dinasti
Umayyah dapat dikalahkan, Marwan II di bunuh di Mesir pada bulan Agustus 750 M
dan berakhirlah kekuasaan Dinasti Umayyah di Damaskus.
·
·
Menurut Yatim Badri, secara garis
besar faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran yang berujung pada kehancuran
Dinasti Bani Umayyah adalah:[57][57]
·
1. Perebutan
kekuasaan antara anggota keluarga istana, pengaturan yang tidak jelas mengenai
pergantian khalifah. Sistim pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah
merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek
senioritas.
·
2. Latar belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa
dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa
kaum Syi`ah (pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik
secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti
dimasa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan
ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
·
3. Pada
masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani
Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam,
makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para
penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan
kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di
Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali
itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab
yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
·
4. Lemahnya pemerintahan Daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh
sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup
memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan, disamping
itu, golongan agama yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan
agama sangat kurang.
·
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah
adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas
Ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh
dari Bani Hasyim dan golongan Syi`ah dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan
oleh pemerintahan Bani Umayyah.
·
·
·
·
BAB
III
·
PENUTUP
·
·
A. Kesimpulan
·
·
1. Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn
‘Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan
khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan
mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali
terbunuh dan Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan
kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa
itu disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).
·
2. Sistem
pemerintahan Dinasti Bani Umayyah diadopsi dari kerangka pemerintahan
Bizantium, dimana ia menghapus sistem tradisional yang cenderung pada kesukuan.
Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini
dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan
pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M.
·
3. Pada
masa kekuasannya yang hampir satu abad, dinasti ini mencapai banyak kemajuan.
Dintaranya adalah: kekuasaan territorial yang mencapai wilayah Afrika Utara,
India, dan benua Eropa, pemisahan kekuasaan, pembagian wilayah kedalam 10
provinsi, kemajuan bidang administrasi pemerintahan dengan pembentukan
dewan-dewan, organisasi keuangan dan percetakan uang, kemajuan militer yang
terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut, organisasi kehakiman, bidang
sosial dan budaya, bidang seni dan sastra, bidang seni rupa, bidang arsitektur,
dan dalam bidang pendidikan.
·
4. Kemunduran dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh
banyak faktor, dinataranya adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga
kerajaan, konflik berkepanjagan dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij,
pertentangan etnis suku Arab Utara dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para
khalifah dalam memimpin pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah,
penggulingan oleh Bani Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah,
dan golongan Mawali.
·
·
B. Saran
·
·
Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi pemakalah dan seluruh pembaca. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan
dan kesempurnaan di masa mendatang.
·
·
·
·
·
DAFTAR PUSTAKA
·
·
Ahmad
Mansur Suryanegara, Api Sejarah, (Bandung: Salamadani, 2012), cet ke-5
·
Ahmad
al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi
Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media Sarana,
2003)
·
A. Hasymy, Sejarah
Kebudayaan Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1975)
·
A. Latif Osman, Ringkasan Sejarah (Jakarta: Widjaya, 1951)
·
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994)
·
Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
·
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari
Berbagai Aspeknya, (Jakarta,
UI Press, 1978),jilid 1
·
Hasan
Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
terj, Jahdan Ibn Human(Yogyakarta;
Kota Kembang. 1995)
·
Jousouf Souyb, Sejarah
Umayyah (Jakarta:
Bulan Bintang, 1977)
·
Maidir
Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002), jilid 1, Cet ke-2
·
Musyrifah Sunanto, Sejarah
Islam Klasik, (Jakarta, Prenada Media, 2010)
·
Philip.K.Hitti, Dunia
Arab, terj. Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P Sihombing(Bandung
Sumur Bandung.tt)
·
Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,(Yogyakarta: SPI Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2002)
·
W. Montgomary Watt, Pergolakan
Pemikiran politik Islam, (Jakarta: Bennabi Cipta,1985)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar